069.

Candy pov.

Gue sama Vanya sekarang lagi nikmatin waktu hangout kita, melepas penat setelah lima hari full ujian. Kalau ditanya panik nggak sih mikirin hasil ujiannya? Jawaban gue nggak sama sekali. Karna selama ujian, gue tipe yang datang, kerjakan, lupakan, hehe. Bukan berarti gue nggak peduli sama nilai gue ya. Cuma ya, gue udah usaha sebisa gue, jadi hasilnya pasti sesuai sama usaha gue. Koreksi ditambah bantuan Bintang, hahaha.

Vanya tadi ngajakin gue buat mampir ke toko aksesoris, kita ngeliat barang-barang lucu, sesekali juga kita mutusin buat beli barang yang sama. Sebenarnya sebelum sampai disini, kita udah beli barang yang sama juga dari tempat sebelumnya, tapi ya yang kali ini gak kalah lucu, makanya kita beli juga.

Setelah keliling mall sambil lihat-lihat, sesekali juga beli sih. Kita mutusin buat ke Gramedia. sudah bisa di tebak tujuan pertama kita adalah tempat novel, hahaha. Gue dan Vanya tipe yang sedikit beda, Vanya kurang suka baca sesuatu yang full tulisan, sedangkan gue gapapa banget selama itu novel, apalagi kalau ceritanya romance.

Di Gramedia, kita langsung ke tempat bagian novel, lihat-lihat novel yang dipajang di bagian depan. Katanya sih, kalau di bagian depan gini karena novelnya banyak yang cari. Gue mulai lihat-lihat bukunya, sambil baca blurb yang ada di belakang novel itu.

Tiba-tiba Vanya manggil gue seolah dia kaget liat sesuatu. “Ndy!”

“Kenapa?”

“Jangan panik, ya?” denger Vanya bilang kayak gitu justru malah bikin gue jadi deg-degan.

“Kenapa, Nya?”

“Nengok kebelakang, arah jarum jam lima dari pandangan lo sekarang. Ada Bintang!”

deg.

Dengan hati-hati gue noleh ke arah yang dibilang Vanya tadi, “oh shit.”

Bener aja, ada Bintang yang baru aja masuk Gramedia tempat gue berada sekarang. Tapi kali ini dia gak sendiri, di sebelah kanannya ada bapak-bapak yang gue yakin itu bokapnya Bintang, sedangkan sebelah kirinya ada satu cowo yang keliatan lebih muda dari dia. Ah iya, itu adiknya Bintang yang sekarang ada di kelas sepuluh di sekolah yang sama dengan gue.

Jantung gue langsung bekerja dengan keras sekarang, gue gak nyangka bisa secara kebetulan ketemu bintang di tempat seperti ini. Pasalnya, selama hampir dua tahun gue suka sama dia, belum pernah sekalipun secara gak sengaja ketemu dia di tempat umum selain di sekolah.

Dengan outfit kasualnya, dia cuma pakai kaos biasa, celana jeans hitam selutut, ditambah dengan slides adidasnya itu, ia berjalan memasuki area Gramedia. Gue gak bisa ngalihin pandangan gue sekarang, bener-bener cuma bisa membeku.

Gue pikir dia gak akan lihat gue disini, ternyata perkiraan gue salah. Dia lihat gue, dan dia...

DIA NYAPA GUE! Dengan wajah excitednya setelah dia lihat gue, dia langsung lambain tangannya dengan semangat sambil manggil gue tanpa peduli dua orang di sampingnya itu bingung melihat tingkahnya.

Gue yang dari tadi cuma bisa diem pun berusaha senyum dan nyapa dia juga sambil ngelambain tangan ke arah dia.

“Fak, dia gemes banget.” Gue cuma bisa ngomong ini pelan supaya gak ada yang denger, tapi gue rasa Vanya bisa denger dan dia nahan ketawa sekarang.

Sebelum langkah mereka ngejauh, gue sempet eye contact juga sama adiknya dan bokapnya mungkin, gue senyum sambil sedikit nundukin badan tanda gue emang nyapa orang yang jauh lebih dewasa dari gue.

“Pfftt, HAHAHAHA. Muka lo kaku banget sih, Ndy.” Vanya berhasil ngetawain gue yang masih membeku, bahkan saat Bintang udah nggak kelihatan lagi.

“Nya.”

“Hm?”

“Dia gemes banget, mau teriak sekarang!”