#102 – Who? tw // fight.


Setelah ulah Javier yang meninggalkan Kayra sendiri di tempat dimana mereka melaksanakan olimpiade, Javier harus menghadapi papinya yang ia sudah bisa menebak sejak awal, hanya akan mengkritiknya karena tidak berhasil menduduki tempat pertama di jenjang olimpiade kali ini.

Sebenarnya Javier sudah muak, bahkan untuk marah dan melawan pun rasanya Javier sudah terlalu malas. Ia hanya memilih untuk menerima segala cacian dan kritikan yang diberikan padanya dengan diam, mengangguk, dan mengiyakan segala ucapan papinya.

Ah sudah lah, mau dilawan pun tidak akan menghasilkan apapun.

Saat ini Javier berada di luar rumahnya, setelah adegan perdebatan dengan papinya, Javier meminta izin untuk keluar rumah hanya untuk sekedar mencari angin, untungnya papinya mengijinkan Javier keluar.

Ia memilih berhenti di pinggir jalan yang cukup ramai, pikirannya tiba-tiba teringat kepada Kayra. Gadis yang secara sadar tak sadar ia tinggalkan saat pulang.

Bodoh. Javier merutuki dirinya sendiri. Seharusnya, semarah apapun dia, ia masih punya tanggung jawab untuk mengantar Kayra pulang. Dengan segera ia melajukan motor kesayangannya, menuju tempat dimana ia meninggalkan Kayra.

Sesampai disana, sudah sepi, dan sudah dipastikan para peserta pun sudah kembali ke tempat asalnya masing-masing. Lagi pula ini sudah malam Javier, astaga.

“Oh, ternyata udah dijemput temennya.” ucap Javier setelah mengecek handphone miliknya, melihat story Instagram milik Kayra. Ternyata Kayra sudah dijemput oleh Juna, orang yang Javier tahu sebagai teman dekat Kayra.

“Bagus deh, ngapain juga gua khawatir dah.”

Katakan Javier gila, ucapan dan tindakannya berbanding terbaik.

Javier memilih untuk kembali ke rumahnya, sudah tidak ada lagi tujuannya. Kayra sudah pulang, dan tanggung jawabnya sudah tidak ada, untuk hari ini.

Saat Javier sampai di dekat komplek perumahannya, tiba-tiba ada satu motor dari belakang yang menyalipnya lalu menghadangnya dengan cepat. Beruntung Javier siap sedia menekan rem, jika tidak mungkin ia sudah menabrak motor aneh di depannya.

Javier yang dingin tentu saja memilih diam, ia membuka helmnya, turun dari motor lalu menatap datar pengendara di depannya. Menunggu siapa orang aneh yang menghadangnya tanpa alasan.

“Juna?” Javier menatap orang di depannya bingung.

Orang yang dimaksud pun menghampiri Javier dengan wajah tak kalah datarnya, menatap mata Javier dengan tajam, seolah akan menghabisi Javier saat itu juga.

“Ngapain lo disini?” tanya Javier sekali lagi.

“Gue? Mau kasih peringatan buat lo.”

BUGH!

Tiba-tiba satu pukulan langsung mengenai wajah tampannya, Javier yang tak siap pun hampir saja tersungkur di lantai.

Javier menatap orang didepannya dengan amarah yang tertahan, “Maksud lo apa? Anjing!”

Mendengar ucapan itu tak membuat Juna takut, justru tawa remeh yang ia berikan kepala Javier. Juna mendekat, menarik kerah Javier dengan kuat, “Masih berani lo nanya maksud gue?”

BUGH!

“Berani-beraninya lo ninggalin Kayra sendirian, Anjing!”

BUGH! Javier membeku. Sekarang ia sadar mengapa Juna semarah ini padanya. Bukan tak bisa melawan, ia memilih menahan dirinya, ia cukup tau diri dan sadar kesalahannya.

“Di saat lo punya tanggung jawab buat nganter dia balik, dengan seenaknya lo pergi gitu aja cuma karna emosi lo yang egois, sialan!”

BUGH!

“Otak lo dimana, anjing!”

BUGH!

Entah berapa pukulan yang Javier dapat. Satu hal yang bisa Javier pastikan, wajahnya akan penuh bekas pukulan, dan mungkin akan membiru esoknya.

“Sorry, Jun, gua ga bermaksud kaya gitu.”

“Ga bermaksud kata lo? Mata gue yang dengan jelas liat lo seenaknya pergi gitu aja setelah ngebentak Kayra. Punya hak apa lo begitu, hah! Jawab anjing!”

BUGH!

Itu pukulan terakhir yang Juna berikan ke wajah tampan Javier, sebelum ia melepas cengkramannya.

“Dingin boleh, tapi bukan berarti juga hati lo ikut dingin. Lo cowo, harusnya tau siapa yang lagi lo hadepin. Lo kasar ke orang lain silahkan. Tapi sekali lagi gue liat lo kasar ke Kayra, jangan harap gue bisa maafin lo lagi.” Juna melakukan hal yang sama dengan yang Javier lakukan tadi, mengucapkan setiap kata dengan penuh tekanan sambil menunjuk wajah Javier, sebelum akhirnya ia memilih pergi meninggalkan Javier yang masih tersungkur di tempat itu.