✧.* 138.


Siang itu terasa dingin, lebatnya hujan membasahi bumi, ditambah dinginnya ac dari mobil milik Marvel, yang begitu terdengar karena keheningan diantara dia dan gadis manis berambut panjang yang diikat dengan rapi.

Jarak wajah mereka tak sampai dua puluh cm, Shenna terlihat serius mengobati wajah Marvel yang terkena bogeman dari seorang Jidan. Wajah Marvel membiru, ujung bibirnya terlihat ada darah yang sudah mulai mengering.

Sedangkan Marvel, matanya sibuk menatap cantiknya wajah Shenna, wajah mulusnya, bibir tipisnya yang membuat Shenna terlihat hampir sempurna. Koreksi, Shenna memang selalu sempurna di mata Marvel. Menurut Marvel, Shenna terlalu sempurna sampai kadang ia bertanya-tanya, apakah benar-benar ada gadis secantik ini di dunia?

“Maaf, Marvel.”

Kalimat pertama yang terdengar setelah sepuluh menit lamanya mereka berada di dalam mobil itu.

“Maaf buat semuanya jadi rumit. Maaf, karna Axel, dan karna Jidan, kamu jadi harus ngerasain ini semua.”

Sejenak Marvel membeku, mata mereka saling bertemu, membuat Marvel terpaku dengan tatapan yang terasa sangat dalam itu.

Marvel menggelengkan kepalanya. “Aku pantes dapetin ini semua, Auris. Ini belum sebanding sama rasa sakit yang pernah kamu rasain empat tahun yang lalu.”

Benar, memang sakit rasanya jika mengingat kejadian lama di antara mereka. Saat dimana pertama kalinya Shenna merasakan yang namanya cinta pertama pada Marvel, sekaligus patah hati terbesarnya saat itu.

Jujur, Shenna tidak membenci Marvel. Shenna sudah memaafkan Marvel, bahkan sebelum laki-laki tersebut berkali-kali mengucapkan kata maaf padanya.

Setelah selesai mengobati wajah Marvel, ia tersenyum tipis, tangannya terlihat merentang ke arah Marvel tanda ia ingin memberikan sebuah pelukan.

Dengan senang hati Marvel menerima pelukan tersebut, pelukan hangat yang sudah lama tidak ia rasakan dari siapapun. Pelukan itu terasa erat, sangat erat sampai rasanya Marvel tidak ingin melepaskannya.

“Auris, apa aku gak punya kesempatan lagi buat perbaiki semuanya? Apa kita nggak bisa coba buat memulai lagi hubungan kita?”

Dengan susah payah Marvel mengeluarkan kalimat tersebut, ia sudah siap dengan seluruh jawaban yang akan ia dapat, ia tau resikonya sangat besar setelah mengungkapkan itu.

Benar saja, jawaban yang ia dapat sebuah gelengan yang dapat ia rasakan dari pelukan hangat itu.

“Kisah kita udah lama selesai, Marvel. Berhenti, ya? Berhenti tunggu aku. Berhenti berjuang buat sesuatu yang sudah lama selesai ini.”

Runtuh. Seketika seluruh bagian dalam diri Marvel terasa runtuh, hancur menjadi beberapa keping. Hatinya sakit, mendengar kalimat penolakan, sekaligus permintaan dari satu gadis yang ia sayang ini.

“Kenapa? Udah ada orang lain ya, Auris? Jidan, ya? Jidan berhasil masuk ke hati kamu, ya, Auris?”

Shenna menarik nafasnya panjang, sebelum dengan susah payah mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut. “Iya, Marvel, maaf.”

Mendengar jawaban itu, membuat Marvel semakin mengeratkan pelukannya. Pelukan hangat ini, terasa nyaman, sekaligus terasa sangat menyakitkan.

Tuhan, kalau boleh Marvel egois, ia ingin sekali menuntut apa yang sebenarnya diinginkan hatinya. Ingin sekali rasanya bisa terus mendekap gadisnya ini dengan erat.

Ingin rasanya Marvel berteriak pada dunia, kalau ia mau Shenna.

Marvel siap dicaci maki oleh dunia, Marvel akan menerima seluruh hukuman yang pantas ia terima atas kesalahan yang pernah ia lakukan. Tapi, setelah itu, ia berharap dunia bisa memaafkannya, berharap dunia bisa memberikan kesempatan satu kali lagi untuk memiliki gadis kesayangannya ini.

Ternyata udah nggak bisa lagi, ya, Auris?