199.

Selama di rumah Bintang, Candy lebih banyak di lantai bawah atau di ruang keluarga yang dimiliki Bintang itu. Candy terlihat asik berbincang dengan bundanya. Bintang tidak berniat mengganggu, ia rasa Candy dan bundanya sedang membahas sesuatu yang memang hanya dipahami oleh perempuan.

Bintang memilih untuk diam di kamarnya, membuka ipadnya sambil belajar. Dari sekian banyak kegiatan yang bisa ia lakukan untuk mengisi waktu bosannya, anehnya Bintang justru memilih untuk membuka pelajaran yang ada di ipadnya.

tok tok tok.

Suara ketukan pintu kamar Bintang, membuat Bintang menoleh ke arah suara tersebut.

“Masuk aja, gak dikunci kok.”

Setelah jawaban Bintang, dapat dilihat pintu kamarnya terbuka. Ternyata yang masuk adalah Candy.

Candy tersenyum tipis saat melihat Bintang, kekasihnya itu sedang duduk di jasurnya dan menyenderkan badannya. Candy mendekat ke arah Bintang, dan ikut duduk di kasur. Ia melihat ke arah ipad yang ada di tangan Bintang, sudah ia tebak isinya hanya berbagai materi yang Candy tak paham itu materi apa.

“Kak.”

“Hm?” jawab Bintang tanpa menoleh.

“Aku boleh peluk?”

Pertanyaan ini yang berhasil membuat pandangan Bintang teralih dari ipadnya dan menatap Candy. Bintang mengangguk pelan dan merentangkan tangannya.

Candy mendekat ke arah Bintang, ia memeluk Bintang dari samping sedangkan, Bintang mengusap pelan gadisnya itu.

Tak ada suara dari mereka, hingga Bintang akhirnya kembali memfokuskan pikirannya membaca materi yang ada di ipadnya itu.

“Mama sama papa aku udah pisah dari aku kecil.”

Satu kalimat itu membuat Bintang terdiam membeku,

“Jangan tatap aku kak, liat ke depan aja.” Bintang paham dengan yang dimaksud oleh Candy, ia mengangguk pelan tanpa berniat menjawab lagi.

Candy menarik nafas yang panjang, sebelum akhirnya ia bersuara lagi, “Mama papa aku udah pisah dari aku kecil. Waktu mereka pisah, aku dibawa sama kakek nenek aku ke kampung. Gak ketemu mereka berdua selama beberapa bulan. Setelah itu mama dateng, tapi dia sendiri kak, gak sama papa. Dulu aku masih kecil, jadi aku gak tau apa—apa dan aku gak berani tanya apa-apa juga. Aku masih punya pemikiran, kalau mereka masih punya hubungan yang baik-baik aja walaupun sekarang gak bareng lagi.”

Bintang mengeratkan tangan kanannya untuk memeluk Candy, sambil mengusap pelan kepalanya.

“Aku ketemu papa lagi setelah aku mau masuk smp. Ternyata papa nikah lagi, dan udah punya tiga anak. Aku liat keluarga baru papa kak. Lagi-lagi, aku gak berani tanya apapun, apalagi ke mama. Aku tau banyak hal yang mama simpen sendiri, bukan karna dia gak mau berbagi masalah sama aku, tapi dia gak mau aku sedih.”

“Aku jarang komunikasi sama papa kak. Selain karna aku bukan tipe orang yang terbuka sama sekitar, aku juga orangnya gak pinter buat ngomong, atau bahkan sekedar tanya kabar. Dan papa juga ternyata orangnya termasuk cuek. Entah emang cuek sama aku atau gimana, aku gak tau juga.”

“Dari kecil mama yang selalu biayain hidup aku, kalau mau perbandingan mungkin satu persen aja papa gak bertanggung jawab tentang itu.”

“Kelas dua smp, aku kepikiran buat coba tinggal sama papa. Alasan aku cuman dua kak, satu aku mau dia tanggung jawab sama anaknya yang satu ini, dan yang kedua aku pengen banget ngerasain yang namanya kasih sayang dari papa. Aku gak pernah dapetin itu dari kecil, kak.”

Jari-jari tangan Candy mengusap wajahnya pelan. Candy berusaha sebisa mungkin agar air matanya tidak keluar di depan pacarnya ini,

“Dugaan aku salah. Aku yang biasanya jadi anak tunggal. Setelah tinggal sama papa kaget karna tiba-tiba punya tanggung jawab jadi anak pertama, yang harus jadi contoh yang baik buat adik-adiknya.”

“Kalau aku boleh jujur, aku disana gak pernah bahagia, kak. Tiap malem aku nangis di kamar, nangis sekenceng mungkin. Tapi sekuat mungkin aku tahan, supaya suara tangisan aku gak kedengeran. Disana aku gak dapet apa-apa kak, ia dia biayain hidup aku. Tapi gak bersikap kalau aku emang tanggug jawab dia, disana aku lebih dibuat supaya aku ngerasa kalo aku tuh beban buat mereka.”

“Aku tiga tahun disana, tiga tahun berturut-turut juga aku selalu masuk rumah sakit dengan berbagai alasan. Kecapean, banyak pikiran, tipes, radang usus karna makan sembarangan dan gak teratur. Dan kak Bintang tau, bahkan biaya aku masuk rumah sakit aja bukan papa yang bayar kak, tapi mama. Bahkan biaya aku buat sekolah aja, papa selalu perhitungan entah ke aku atau ke mama.”

“Kak Bintang pasti mikir, kalo gitu kenapa gak pindah lagi aja ke mama, kan? Aku coba buat nahan diri kak, aku coba buat kuatin diri aku sendiri, aku gak pernah ngeluh apapun ke mama, bahkan aku ga bilang kalo aku sebenernya gak bahagia. Aku masih yakin, nanti papa bakal sadar kalau ada aku disini, ada aku yang butuh tanggung jawab dia sebagai seorang ayah, dan ada aku yang butuh kasih sayang dari dia.”

“Tahun kemarin, pertahanan aku runtuh kak. Pertahanan aku bener-bener hancur se hancur-hancurnya, setelah aku tau istrinya hamil lagi. Dipikiran aku, aku anak pertama udah sma dan bentar lagi kuliah aja, dia ga bisa jalanin tanggung jawabnya dengan baik, dan dia malah punya anak lagi kak.”

Kali ini Candy tidak bisa menahan air matanya lagi,

“Aku sakit kak, hati aku sakit banget liat keluarga mereka tertawa bahagia waktu denger kabar kalau istrinya papa hamil lagi. Tiga hari aku diem di kamar aku, aku nangis tiap malem. Gak bisa ngebayangin lagi gimana aku kedepannya kalau aku disini terus. Kak, aku jahat ya? Aku jahat ya, karna ga ikut bahagia liat mereka?”

Kali ini Candy menangis dengan kencang, ia tak mampu lagi melanjutkan ceritanya. Bintang melepas ipad di tangannya, dan langsung memeluk Candy dengan erat.

“Sstt, udah udah. Gapapa, Candy kamu gak jahat.” ucap Bintang merusaha menenangkan gadis kesayangannya yang sedang menangis itu.

Bintang tak tau harus berbuat apa lagi selain berusaha menenangkan gadisnya. Semakin ia berbicara, justu semakin kencang tangisan Candy yang keluar. Sehingga Bintang memilih untuk tetap memeluk Candy dengan erat, membiarkan gadisnya untuk menangis sampai ia merasa lega.