✧.* 231.
Ting tong! Ting tong!
“Sayang! Bukain dong, tanganku penuh. Susah nih.”
Terdengar suara teriakan Jidan di depan pintu apartemen Shenna. Shenna sedikit terkekeh, sambil membayangkan hal random apa lagi yang Jidan bawa untuknya sekarang.
Setelah membuka pintu, ia sedikit terkejut. Bagaimana tidak, tangan kanan Jidan berisi kumpulan kertas tebal yang bisa ditebak itu merupakan latihan soal-soal yang tadi dikatakan Jidan. Namun tangan kirinya…
“Jidan! Itu makanan banyak banget! Kamu tuh, mau nyuruh aku jualan atau gimana, sih? Kalau bawa apa-apa tuh secukupnya aja.”
Jidan memanyunkan bibirnya selama mendengar omelan dari Shenna, “Bawel! Ini bantu dulu dong, sayang.”
Shenna mendekat, mengambil kumpulan kertas dari tangan Jidan, dan membiarkan sisanya tetap dibawa oleh Jidan. “Ada-ada aja kamu mah.”
“Hehehe.”
Jidan mengikuti langkah kaki Shenna, menuju ke kamar milik gadis tersebut, tempat dimana dari tadi Shenna melakukan aktivitasnya. Shenna duduk di kursi belajarnya, sedangkan Jidan merebahkan dirinya di kasur milik gadisnya itu.
“Udah semua materi dipelajari lagi?”
Shenna mengangguk, “Iya, tinggal ngerjain latihan soalnya aja, makannya aku pusing.”
Jidan beranjak lagi dari posisinya, mengambil salah satu kursi yang ada di ruangan itu, lalu mendekat untuk duduk di samping Shenna.
“Nanti tesnya cuma seratus lima puluh soal, tapi tetep aja, latihan soalnya banyak. Kan nggak tau mana aja yang bakal masuk.”
“Ck. Seratus lima puluh soal juga banyak, Na.”
“Iya, sih.”
“Pelan-pelan, di pahamin dulu soalnya sebelum kerjain.”
Shenna kembali fokus pada kegiatannya, mengerjakan beberapa latihan soal miliknya, dan juga yang tadi dibawakan oleh Jidan. Jidan hanya terdiam di samping Shenna, menemani Shenna sambil sesekali membantu Shenna memecahkan soal yang menurut gadisnya itu sulit.
Sesekali Shenna mengacak-acak rambutnya sendiri saat mengerjakan soal. Sedangkan Jidan hanya terkekeh, tangannya terulur untuk merapikan rambut berantakan Shenna, sekaligus mengusap kepala kecil gadisnya untuk mencoba memberikan ketenangan kepada gadisnya itu.
“Gak bisa,” ucap Shenna secara mendadak.
Jidan menatap Shenna bingung, “Apanya yang nggak bisa?”
“Nggak bisa, aku ga yakin besok bisa ngerjainnya.”
Terlihat dengan jelas mata Shenna sudah berkaca-kaca. Pikirannya benar-benar berantakan sekarang. Dulu dia butuh waktu setahun untuk belajar sebelum mengerjakan tes ini. Kali ini ia sedikit kewalahan karena harus mengingat semua materi kembali hanya dalam dua minggu.
“Eh, Na. Hey, kenapa malah nangis.”
“Hiks.”
Jidan menarik kursi Shenna, memposisikan Shenna agar menghadap padanya. Tangan kekarnya menangkup kedua pipi Shenna, membersihkan air mata yang sempat keluar dari mata gadis cantiknya itu.
“Aku nggak bisa, Ji. Susah. Maafin aku ya, maaf aku sok-sokan bikin kaya gini, padahal aku juga belum tentu bisa.”
Shenna menunduk, ia semakin menangis, pikirannya semakin berantakan. Kepercayaan dirinya seketika menghilang, rasa yakinnya untuk menang seketika lenyap.
Jidan panik melihat gadisnya semakin menangis. Ia memajukan badannya, memeluk gadisnya itu dengan erat, membiarkan gadisnya mengeluarkan tangisnya dalam pelukannya. Sudah dipastikan kaos milik Jidan sudah basah karena air mata dari pacarnya.
“Na, gapapa-gapapa, okay? Kamu udah usaha sebisa kamu. Gapapa, sekarang boleh takut, sekarang boleh nangis. Tapi besok jangan lagi, Ya? Pokoknya besok aku temenin kamu sampe selesai.” ucap Jidan sambil menepuk-nepuk pelan punggung gadisnya.
Shenna mengangguk pelan, tangisannya mulai reda setelah beberapa menit. Namun tangannya masih enggan melepaskan pelukan dari sang pacar, Shenna masih setia menyembunyikan wajah berantakannya di leher Jidan.
“Udahan dulu, ya? Besok setelah kamu selesai, aku ajak jalan-jalan, okau? Sekarang tidur, mau?” tanya Jidan dan dijawab anggukan lagi oleh Shenna.
Jidan membenarkan posisinya, menggendong Shenna yang masih setia memeluk lehernya, membawanya ke kasur kesayangan gadisnya itu. Ia menarik selimut agar bisa menutupi tubuh gadisnya, lalu tersenyum tipis.
“Istirahat. Kamu udah terlalu banyak keluarin tenaga kamu.”
“Jangan kemana-mana.”
“Hm?”
Shenna menggenggam erat tangan Jidan. “Temenin aku disini.”
Jidan tersenyum, ia membenarkan posisinya untuk duduk di kasur Shenna, membiarkan gadisnya memeluknya sampai tertidur. Tangannya asik merengkuh tubuh gadisnya.
Setelah sadar gadisnya sudah tertidur, ia perlahan mencium kening Shenna dan tersenyum manis. “Selamat tidur, Na.”