✧.* 253.
Untuk kesekian kalinya, Shenna sama sekali tidak menduga akan dibawa ke tempat seperti ini oleh Jidan. Pantai, dengan area yang sangat bersih dan tempat yang tidak terlalu ramai, disinilah mereka berdua sekarang.
Saat Shenna bertanya pada Jidan, mengapa bisa terpikir untuk membawanya ke pantai, Jidan hanya menjawab ia ingin menikmati matahari terbenam bersama sang kekasih.
Tidak banyak yang mereka lakukan disana, bermain air, memakan makanan yang sudah mereka bawa, bermain kejar-kejaran, sampai saling memotret satu sama lain.
Jidan tidak sadar sejak tadi ia tersenyum memperhatikan Shenna yang tertawa sangat ceria selama mereka sampai ditempat ini.
Jidan memeluk Shenna erat setelah berhasil mengejar sang kekasih yang berlarian lalu tertawa kencang.
“Dapet, hahaha, lari kamu kurang kenceng, Na.”
“Apaan curang, langkah kamu aja dua kalinya langkah aku, ya gampang lah dapetnya.” Shenna membalas pelukan Jidan dengan mengalungkan tangannya pada leher Jidan, lalu ikut tertawa bersama.
Setelah lelah dengan kegiatan kejar-kejaran mereka, mereka berdua memutuskan untuk duduk di salah satu tempat yang ada disana, memandang matahari yang terlihat sebentar lagi akan terbenam.
Shenna tersenyum manis memperhatikan pemandangannya saat ini, ditambah dengan lelaki tampan di sampingnya yang sedang menikmati suara ombak yang ada disana.
Shenna mendekatkan posisinya ke arah Jidan dan langsung memeluk kekasihnya dari samping, lalu menyembunyikan wajahnya ke dalam ceruk leher milik Jidan. Awalnya Jidan sedikit kaget dengan perlakuan sang kekasih, namun dengan sigap ia memeluk sang kekasih, tak lupa mengusap lembut kepala Shenna.
“Are you happy?” Ucap Jidan dengan sedikit berbisik, dan mendapat jawaban anggukan dari sang kekasih.
“Bagus, berarti aku berhasil bikin kamu seneng hari ini.”
“Kamu seneng juga nggak?”
“Aku? Jelas lah, kamu aja seneng, apalagi aku yang liat kamu seceria tadi.”
“Bisaan banget jawabannya.”
“Hadiah buat aku mana?”
Shenna bangun dari posisinya, menatap Jidan dengan sedikit bingung. Ia melihat Jidan yang berusaha menunjukkan pipinya kearahnya, Shenna yang mengerti maksud Jidan pun akhirnya tertawa. Ia memajukan wajahnya, mengecup pipi Jidan, membuat pemilik dari pipi tersebut tersenyum bahagia.
Jidan mengusap rambut Shenna lagi. “Keren, pacar aku ternyata bisa peka.”
“Heh? Emang biasanya gak peka?”
Jidan tidak menjawab, kali ini ia mengubah posisinya. Menidurkan dirinya dengan kepalanya berada di pangkuan Shenna. Shenna menggeleng-gelengkan kepalanya melihat perlakukan pacarnya itu. Tangannya mengusap kepala Jidan, dengan pandangannya kembali melihat pantai yang ada di depannya.
“Aku mau tanya, boleh?”
Jidan mengangguk dengan matanya yang terpejam.
“Waktu itu kan kita belum deket. Kenapa kamu gak terima Ellie aja? I mean, she’s pretty, she’s smart too.”
“Karna dia bukan kamu.”
“Hah?”
Jidan terkekeh, “Aku sebenernya udah kenal dia dari lama, sekedar ketemu kalau ada acara papi, sih. Aku juga sebenernya udah tau, waktu papi bilang mau jodohin aku, orangnya itu Ellie.”
“Tau dari mana?”
“Ellie bilang ke nyokapnya, dia bilang kalau dia suka aku, dia minta bantuan ke nyokapnya buat bisa deket sama aku. Dan saat itu aku denger langsung, hahaha.”
“Terus? Kenapa nolak?”
Jidan menaikkan kedua bahunya, tanda ia sebenarnya tidak terlalu tahu alasannya. “Entah, cuma ngerasa kalau dia gak baik buat aku. Dan sekarang keliatan kan. Aku bersyukur buat itu.”
Shenna mengangguk paham mendengar jawabannya. Sebenarnya, keduanya tidak ada yang membenci Ellie. Jidan dan juga Shenna, berusaha memahami tindakan Ellie dari sudut pandang Ellie sendiri. Karena itulah, Shenna menghadapi Ellie dengan cara yang seperti ini.
“Aku mau tanya juga, boleh kan?”
Shenna mengangguk, “Apa?”
“Marvel.”
“Kenapa?”
“Kok bisa, setelah kejadian itu, kamu sama dia masih sama-sama, bahkan sampe sekarang?”
Shenna berusaha mencerna pertanyaan Jidan, sekaligus memikirkan bagaimana ia harus menjelaskan kepada Jidan, tanpa menggunakan kalimat yang dapat menjadi salah paham.
“Dia minta maaf.”
“Ya itu mah harus. Aneh kalau dia gak minta maaf tapi masih bisa deket sama kamu.”
“Ya gitu, dia minta maaf, bukan cuma ke aku, ke Axel juga. Dia bilang kalau dia janji gak akan ngulangin kesalahan yang sama. Kalau masalah maafin, aku udah maafin dia. Tapi kalau untuk balik, ya aku gamau lagi. Gitu deh, dia masih berusaha. Makanya selama ini kita masih bisa bareng-bareng, bahkan mungkin masa sma aku banyak di temenin sama dia. Masih bisa sering pergi bareng, walaupun semuanya masih diawasi sama Axel.”
Jujur, Jidan sedikit menyesal mengeluarkan pertanyaan ini. Penjelasan yang ia dengar sekarang, rasanya Shenna seperti bersemangat menjelaskan apa yang terjadi antara dia dengan Marvel. Jidan hanya mengeluarkan senyum tipisnya.
“Jadi? Perasaan kamu gimana sekarang?”
Shenna merenyit bingung mendengar pertanyaan Jidan, ia mencubit pelan pipi pacarnya itu.
“Ya, gak gimana-gimana. Empat tahun sama dia, udah kayak kakak sendiri. Aku lihat dia kayak liat kak Axel yang jagain aku. Atau liat kak Jarren, kak Zaky, sama kak Ricko yang baik ke aku. Atau kayak Razan sama Raziel yang udah sahabatan sama aku. Ya aku sama Marvel kayak gitu selama empat tahun ini.”
Omongan Shenna tertahan sebentar, membuat Jidan yang tadinya sedang menutup mata akhirnya membuka matanya, melihat wajah cantik Shenna dari bawah. Begitu pula dengan Shenna yang asik menatap wajah tampan milik Jidan dengan tangannya mengusap lembut pipi sang kekasih.
“Dan sekarang aku ditemuin sama kamu. Kamu yang ngeselin, kamu yang menyebalkan, kamu yang selalu punya cara kamu sendiri buat bikin aku marah. Tapi, kamu juga yang berhasil bikin aku seneng. Kamu yang selalu bisa bertanggung jawab sama apapun yang kamu lakuin. Dan kamu juga berhasil bikin aku sayang sama kamu.”
Lihatlah, wajah kecut Jidan sekarang berubah menjadi senyum bahagia. Mendengar bagaimana kekasihnya mendeskripsikan dirinya, membuatnya tersenyum bangga dengan apa yang ia miliki saat ini.
Jidan bangun dari posisi tidurnya, duduk dan memposisikan Shenna agar menghadapnya, menarik Shenna agar lebih dekat dengannya. Tangannya terulur mengambil tangan kecil milik Shenna, mengusapnya dengan lembut, lalu menggenggamnya dengan erat.
Ia menatap wajah Shenna sangat lama, sampai orang yang menjadi objek itu hanya mengalihkan pandangannya untuk menutupi malunya karena Jidan memperhatikannya dengan intens.
Mungkin, ribuan ucapan terima kasih kepada Tuhan, tidak akan cukup untuk mendeskripsikan rasa bahagianya sekarang. Iya, Jidan bahagia, bahagia dengan dirinya sendiri, dan jauh lebih bahagia dengan orang yang ada di depannya sekarang. Gadis cantik dengan rambut panjang yang terurai, yang sedang asik memandangi indahnya matahari terbenam, yang dapat terlihat dengan jelas di pantai itu.
Namun berbeda dengan Jidan, menurutnya, matahari terbenam sangat kalah jauh dengan pemandangan yang ada didepannya saat ini. Shenna, sama bersinarnya seperti matahari, dan jauh lebih cantik dari matahari terbenam yang ada di tempat itu.
Dengan matahari yang hampir sepenuhnya terbenam sebagai saksi, Jidan memajukan badannya, lalu mengecup kening Shenna.
“Aku juga sayang kamu, Na.”