✧.* 282. Kuncinya cuma satu, saling percaya.


Entah sejak kapan kebiasaan ini dilakukan oleh Jidan, seperti weekend sebelumnya, jika tidak ada kegiatan diluar, Jidan selalu menghabiskan waktunya di apartemen milik Shenna.

Setiap teman-teman Jidan bertanya, “Emang nggak bosen main sama Shenna mulu?” jawaban Jidan selalu sama, kata Jidan sih, ini namanya quality time sama pacar.

Tapi, ada yang berbeda dengan Jidan hari ini. Biasanya ia sibuk mengganggu Shenna yang sedang belajar, entah menghampirinya untuk meminta sebuah pelukan, atau sengaja bermain bersama shenji di dekat Shenna agar gadisnya terganggu, bahkan kadang sengaja menghampiri Shenna untuk mengajaknya mengobrol tentang hal-hal random lainnya.

Kali ini ada yang aneh dengan Jidan, ia lebih banyak diam di ruang tamu milik Shenna. Tentu saja hal itu disadari oleh Shenna.

Sejak dua jam yang lalu, Shenna tak henti-hentinya memperhatikan sang kekasih. Shenna sedikit menghela nafasnya, sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri Jidan, dan duduk disamping Jidan, dengan pandangannya lurus kearah sang kekasih. Shenna membenarkan posisi Jidan agar menghadap ke arahnya juga.

Jidan menatap Shenna sedikit bingung, “Kenapa?”

“Kamu yang harusnya kenapa. Sadar nggak, kamu udah dua jam ngelamun, mikirin apa sih emangnya?”

Jidan menggelengkan kepalanya, “Engga, gapapa kok.”

“Ji.”

“Ya?”

Tell me, ada apa?”

“Gapapa, Na.”

“Kamu pikir, kamu bisa bohong? Anak kecil juga kalau liat kamu begini, pasti tau kalau kamu lagi mikirin sesuatu.”

Jidan terdiam, ia menatap wajah Shenna dengan intens. Benar saja, sebenarnya pikiran Jidan sedang berantakan sekarang, entah apa sebenarnya tujuan dari hal yang ia pikirkan ini. Disatu sisi, Jidan sedang berpikir bagaimana ia harus mulai mengatakan tentang dirinya dan juga Kysha yang beberapa waktu lalu diberitahukan oleh sahabatnya.

Jidan menarik nafasnya, sebelum akhirnya ia mulai menceritakan kepada Shenna tentang Kysha, sahabat Shenna, yang ternyata merupakan teman kecil yang pernah ia temui dulu. Sebisa mungkin Jidan mengeluarkan kata-kata yang tepat agar tidak menjadi kesalahpahaman antara dirinya dan sang kekasih.

“Jadi?” tanya Shenna sambil menatap serius ke arah Jidan.

“Jadi apa?”

“Kamu mau pilih apa? Diam di tempat kamu, atau ketemu dia buat saling ingat satu sama lain?”

Jidan menaikkan kedua bahunya, tanda sebenarnya ia juga tidak paham. “Entah, aku juga bingung. ”

“Kamu suka sama Kysha?”

Mendengar pertanyaan itu, tentu saja membuat Jidan langsung membelalak, dan dengan cepat ia menggelengkan kepalanya.

“Enggak! Kepikiran kayak gitu aja nggak.”

“Terus?”

“Tapi, rasanya takut aja, takut hal kayak gini jadi berpengaruh ke hubungan kita, Na. Aku nggak mau. Beberapa waktu lalu kamu harus ngadepin Ellie, terus sekarang ada lagi.”

“Kenapa kamu harus takut?”

“Emang kamu nggak takut?”

Pertanyaan Jidan membuat Shenna terdiam. Kalau boleh jujur, tentu saja Shenna sedikit takut. Menurutnya, hal sederhana seperti ini bisa saja akan mengganggu hubungannya. Namun, Shenna berusaha menepis pikiran buruk itu.

Shenna tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. Ia mendekatkan posisinya ke Jidan, mengambil tangan sang kekasih, mengusapnya sambil menyalurkan kekuatan satu sama lain.

“Kamu percaya sama aku?” tanya Shenna.

“Tentu, aku percaya sama kamu.”

“Kalau gitu aku juga percaya sama kamu. Apa itu belum cukup?”

Jidan lagi-lagi terdiam, bukan karena apa, hanya saja ia bingung harus menjawab apa.

“Ji, kamu tau, hubungan itu didasari sama rasa kepercayaan satu sama lain. Kalau kamu takut aku nggak percaya sama kamu, aku mau kamu tau satu hal, aku percaya sama kamu, Ji.

Aku selalu percaya sama kamu, aku percaya apapun yang kamu lakuin, pasti kamu udah pikirin semuanya baik-baik. Dan aku harap kamu juga bisa jaga kepercayaan dari aku.

Hubungan ini, kita berdua yang jalani, Ji. Ini bukan tentang siapa orang yang akan datang buat ganggu hubungan kita, tapi tentang gimana kita berdua yang mau berjuang buat pertahanin hubungan kita.

Mau sekuat apapun usaha orang lain buat masuk diantara kita berdua, kalau aku, dan kamu memang sama-sama mau pertahanin hubungan kita, usaha dan niat mereka gak akan berhasil, Ji.”

Shenna mengeluarkan isi pikirannya, berusaha menenangkan Jidan. Ia paham rasa takut Jidan. Bukan karena Jidan menyukai sahabatnya, tapi tentang Jidan yang takut hal kecil ini menjadi hal yang tidak baik untuk mereka kedepannya.

Sedangkan Jidan, orang yang saat ini berada di depan Shenna masih bungkam, namun kali ini terlihat senyum terukir di bibir manis Jidan. Lihatlah bagaimana saat ini Jidan menatap semestanya. Pikiran berantakan Jidan sekarang berubah menjadi satu hal, Shenna. Shenna yang sekarang ada di depannya, Shenna yang sekarang sudah menjadi pusat dari semestanya.

Jika Jidan bisa bertanya kepada Tuhan, ingin sekali rasanya Jidan bertanya, kebaikan apakah yang pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya? Sampai-sampai saat ini, ia merasa menjadi orang paling beruntung sedunia nya.

“Makasih, ya.”

“Untuk?”

“Makasih buat usaha kamu yakinin aku, maaf kalau aku buat kamu khawatir karena hal kayak gini.”

Shenna mengangguk, “Bukan cuma aku. Kedepannya, aku harap, kalau kita lagi di situasi kayak gini lagi, kamu dan aku bisa saling ngeyakinin satu sama lain.”

“-Jadi, udah tau mau pilih jalan apa kedepannya?”

Jidan mengangguk lalu menarik Shenna untuk lebih dekat, dan membawa gadisnya ke dalam pelukannya. “Udah, aku udah tau apa yang bisa aku lakuin sekarang. Sekali lagi, makasih udah ngeyakinin aku, Na.”