#300 – Pinky Promise


“Nanti aku pasti bakal sering ke Bandung, sih.”

Sehari setelah mengetahui kabar Kayra juga berhasil lolos seleksi SNMPTN, Kayra meminta Javier untuk datang ke rumahnya. Salah satunya untuk menggunakan tiket yang diberikan Javier.

Javier pikir, tiket yang ia berikan akan Kayra gunakan untuk melakukan banyak kegiatan di luar. Bisa saja gadis itu pergi ke berbagai tempat selama seharian penuh. Namun ternyata dugaannya salah, Kayra justru meminta Javier untuk datang ke rumahnya.

Mungkin yang membedakan adalah bagaimana keduanya menghabiskan waktu selama di rumah Kayra. Banyak kegiatan yang sudah mereka lakukan, mulai dari mencoba membuat kue sampai membuat bunda Gianna hanya bisa menggelengkan kepala karena Javier dan Kayra Justru hanya mengacaukan isi dapur.

Bersantai di halaman rumah, mereka menggelar tikar seperti sedang piknik. Javier dan Kayra juga sempat bermain game bersama, walau sebenarnya keduanya bukan tipe yang jago memainkan game tersebut.

“Ngapain ke Bandung?”

“Ketemu kamu, lah! Mau ngapain lagi aku kesana kalau bukan karna kamu?”

“Ga usah, aku aja nanti yang ke Jogja.”

“Ih! Gak boleh gitu. Kalo gitu gantian aja kita berdua, aku ke Bandung, terus nanti kamu ke Jogja.”

“Nah, itu baru adil.”

Saat ini keduanya memilih untuk bersantai di balkon yang berada di lantai dua dari rumah Kayra. Mereka duduk di sofa yang ada di tempat itu, dengan posisi saat ini Kayra yang menyandarkan kepalanya di bahu Javier.

“Javi.”

“Hm?”

“Kamu gak takut?”

“Takut?” Javier sedikit menunduk agar bisa melihat wajah gadis di sampingnya.

Kayra mengangguk, “Kita mau pisah jauh banget, bakal jarang banget ketemu. Biasanya aku bisa ketemu kamu hampir setiap hari. Nanti kita kalau ketemu berapa bulan sekali, ya, kira-kira?”

“Jadi… Apa yang buat kamu takut?”

“Takut aja jauh sama kamu. Atau aku UTBK lagi aja, ya? Terus aku ambil FK UNPAD, biar ga jauh-jauh banget dari kamu.”

Javier yang mendengar ucapan tersebut langsung menyentil pelan dahi Kayra.

“Aduh! Kok aku disentil?” tanya Kayra sambil mengusap-usap dahinya sendiri.

“Makanya kalau ngomong jangan sembarangan.”

Kayra tak menjawab lagi. Ia memanyunkan bibirnya, lalu kembali di posisinya yang menyender ke Javier.

“Aku pasti bakal sempetin waktu supaya bisa sering ketemu kamu. Walaupun ga bisa sesering biasanya, setidaknya aku bakal usahain sebisa aku.”

“Beneran?”

Javier mengangguk, “Apapun hal gak baik yang ada di pikiran kamu sekarang, buang jauh-jauh. Aku yakin kita bisa jalani ini, kok. Sekarang aku tanya balik ke kamu, kamu yakin, ga?”

“Aku bukan ga yakin. Aku cuma takut, sedikit. Sedikit doang, kok, serius!”

Kayra mengubah posisinya jadi menghadap ke Javier, begitu pula Javier yang ikut menghadap ke Kayra. Keduanya terdiam sebentar, saling bertatapan satu sama lain.

“Javi, ini pertama kalinya aku bakal jalani hubungan jarak jauh, dan kamu juga begitu. Aku yakin kedepannya kita ga mungkin selalu baik-baik aja. Pasti akan ada fase dimana ada hal yang jadi sebuah masalah buat kita. Tapi denger ini baik-baik… Apapun masalah yang akan datang nantinya, apapun hal yang bisa jadi alasan buat kita renggang, kamu ga boleh nyerah gitu aja. Kita harus hadapi semuanya sama-sama. Kalau kamu ga terbiasa terbuka ke orang lain, sama aku kamu harus jadi diri kamu sendiri. Oke?”

Selama mendengar kalimat panjang yang Kayra ucapkan, justru membuat Javier tersenyum sambil menatap wajah cantik Kayra. Cantik yang menurut Javier tak akan cukup jika hanya diungkapkan dengan satu, dua, atau bahkan seribu kata sekalipun.

Terkadang, di beberapa sisi Kayra lah yang justru lebih menunjukkan sisi dewasanya. Hal itu yang membuat Javier selalu merasa bersyukur selama bersama Karya.

Javier mengangguk dengan mantap, “Oke.”

“Janji?”

“Janji.”

Kayra mengambil tangan kanan Javier, lalu menautkan jari kelingkingnya dan juga kelingking Javier, “Pinky promise, yeay!

Bohong kalau mereka tak khawatir tentang apa yang akan terjadi kedepannya, tentang hubungan mereka yang sebentar lagi akan sampai di hubungan jarak jauh yang menjadi tantangan baru untuk keduanya.

Kayra sedikit khawatir, Javier pun merasakan hal yang sama. Namun keduanya memilih untuk berusaha membuang jauh-jauh rasa khawatir masing-masing. Berusaha saling meyakini satu sama lain kalau keduanya bisa melewati tantangan ini.

Semua orang tau, yang namanya hubungan jarak jauh itu bukanlah hal yang mudah. Begitu pula Kayra dan Javier. Tapi disisi lain mereka sadar, mereka harus melewati ini demi mencapai cita-cita mereka masing-masing.

Javier maupun Kayra percaya, sesulit apapun tantangan hubungan mereka kedepannya, kalau mereka memang punya takdir untuk bersama, semesta pasti akan membantu mereka untuk menjaga hubungan ini baik-baik.

“Ra.”

“Iya, Javier?”

“Aku sayang kamu.”

Kayra tersenyum manis, ia mendekat lalu memeluk Javier dengan erat, “Aku juga sayang kamu! Selamat berjuang, sayang. Semoga cita-cita kamu maupun aku bisa tercapai, ya!”

“Selamat berjuang, kita.”


End.