✧.* 343. ♡


Shenna melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa, wajahnya terlihat sangat jelas kalau ia sedang menahan emosinya. Dalam hatinya, sudah banyak sekali cacian dan makian yang ditujukan untuk Jidan.

Orang gila, katanya. Bisa-bisanya, dengan entengnya jarinya mengetik kata putus di chat terakhir mereka. Lihat saja, jangan harap Shenna akan memaafkannya karena kelakuan anehnya ini.

Shenna sudah sampai di rumah Jidan, hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuknya sampai karena kecepatannya membawa mobil di perjalanan. Saat sampai di dalam rumah mewah itu, Shenna bertanya kepada salah satu bibi yang ada disana, lalu mengatakan bahwa Jidan sedang ada di rooftop.

Setelah mengucapkan terima kasih, Shenna langsung bergegas naik ke lantai paling atas dari rumah itu. Sepi, tumben sekali tempat ini sunyi. Biasanya ada mami Jidan yang selalu ada di dalam rumahnya. Mungkin saat ini sedang tidak ada di rumah.

Shenna menemukan Jidan yang sedang terduduk dengan santainya di salah satu, dengan pakaian yang sangat rapi. Entah lah, hal tersebut tak sempat dipikirkan oleh Shenna, emosinya sudah terlalu memuncak saat ini.

Jidan yang sadar akan kehadiran Shenna pun menoleh, dan langsung berdiri. Tatapannya lurus, melihat Shenna yang berjalan dengan Cepat ke arahnya.

“Na.”

BUGH!

“Aw!”

Shenna benar-benar melakukan apa yang sudah ada dipikirannya sejak tadi. Ia memukul lengan Jidan dengan seluruh tenaganya, membuat orang yang dipukulnya langsung meringis sambil mengelus tangannya sendiri.

“Sakit, ish. Kenapa langsung mukul, sih?”

“Orang gila!”

“Apa?” ucap Jidan dengan berusaha menetralisir ekspresinya menjadi datar lagi.

“Lo, gila! Bercandaan lo gak asik, Ji. Gue gak suka ya.”

Jidan memberikan tatapan bingung ke arah Shenna, dengan mengerutkan alisnya. “Aku ada bilang kalau ini bercanda?”

“Apa sih.”

“Kan aku bilang mau putus. Aku bosen pacaran sama kamu.”

BUGH!

Lagi-lagi Jidan mendapatkan satu pukulan kuat di lengan kanannya. “Sumpah, ya. Gue beneran marah sama lo! Enteng banget mulut lo ngeluarin kata-kata kayak gitu?”

Jidan hanya menjawab dengan menaikan kedua bahunya, seolah tidak peduli dengan ucapan Shenna.

“Ji, mau ini beneran atau lo cuma mau ngeprank gue, gue bakal tetep marah sama lo.

Lo pikir, kita pacaran baru satu bulan? Nggak gila! Kita udah mau dua tahun, segampang itu kata putus keluar dari mulut lo? Gak, gue gak mau. Terserah lo mau bilang apa, pokoknya gue gak mau.” ucap Shenna dengan memberikan tatapan tajam ke arah Jidan.

“Udah marahnya?”

Shenna tidak menjawab, mereka berdua saling bertatapan satu sama lain selama beberapa waktu. Sebelum akhirnya Jidan tersenyum, menarik lengan Shenna, membawa gadis tersebut ke pelukannya.

Belum ada suara Jidan lagi terdengar. Ia masih asik merasakan detak jantung Shenna yang begitu cepat, sangat terasa sampai membuat Jidan lagi-lagi tersenyum.

“Tuh kan! Lo ngerjain gue! Marah banget, gue gak suka kaya gini, Ji. Bercandaan lo gak asik. Argh!”

Kali ini punggung Jidan yang menjadi sasaran pukulan Shenna, tanpa sadar air mata Shenna terjatuh, dan membuat Shenna semakin terisak di dalam pelukan Jidan.

Mendengar tangisan Shenna, membuat Jidan panik. Ia melonggarkan pelukannya, lalu menangkup pipi Shenna.

“Eh, eh, kok nangis?”

Pertanyaan itu justu membuat Shenna semakin menangis. Lagi-lagi Jidan memeluknya dengan erat.

“Maaf, maaf, aku nggak bermaksud gitu, Na. Udah, jangan nangis lagi.”

“Ngeselin. Aku pikir kamu beneran mau mutusin aku. Aku panik selama perjalanan kesini. Aku takut, takut banget kalau omongan kamu itu serius. Aku nggak mau, please, jangan gini lagi. Aku nggak suka, Ji.”

“Padahal tuh, aku belum selesai ngomong, Na.”

“Hm?”

Shenna sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap Jidan, pandangan mereka bertemu, Jidan sedikit terkekeh melihat wajah Shenna yang habis menangis itu.

Tangan kanan Jidan bergerak mengambil sesuatu di kantong jas nya, mengeluarkan sebuah ring box, membukanya, lalu mengarahkan kepada Shenna.

“Ini?” tanya Shenna bingung.

Jidan menganggukkan kepalanya, “Aku bilang mau putus, aku bilang bosen pacaran sama kamu, bukan karna aku mau ninggalin kamu, Na.” Jidan meraih tangan Shenna, lalu menggenggamnya dengan erah, dengan ibu jarinya mengusap punggung tangan Shenna.

Jutaan kata terima kasih dan ungkapan kata-kata bahagia tidak akan cukup untuk mendeskripsikan Jidan yang sangat bersyukur memiliki Shenna saat ini.

Sudah hampir dua tahun, mereka bertemu, menjadi musuh, teman, lalu menjadi sepasang kekasih yang masih bertahan sampai saat ini. Entah sejak kapan Jidan memiliki ide ini. Namun, setiap bersama Shenna membuatnya semakin bahagia, dan membuatnya berpikir kalau ia harus jadi orang terakhir yang menjaga Shenna seperti ini.

Ia mau Shenna, dan ia sudah memilikinya.

“Aku nggak pinter buat ungkapin kata-kata kayak gini, Na. Tapi, kamu harus tau kalau aku selalu bersyukur, selalu bahagia bisa punya kamu, dan bisa ngejalanin hari-hari aku bareng kamu. Aku mau kita nggak sampai disini aja, aku mau kedepannya kita terus bareng. Wisuda bareng, kerja bareng, dewasa sama-sama, dan menua sama-sama. Na, be my fiancé?” ucap Jidan dengan nada lembutnya, dengan senyum yang masih berkembang di bibirnya.

Shenna membeku, bibirnya bungkam. Bukan karena apa, hanya saja, ia benar-benar tidak menyangka Jidan akan melakukan hal ini padanya.

“Ji? Kamu serius?

Jidan mengangguk, “Maunya sih, langsung nikahin kamu aja. Tapi kita masih kuliah, aku nggak mau hubungan kita jadi hal yang mengganggu pendidikan kita kedepannya. Jadi, tunangan dulu mau kan?”

Shenna ikut tersenyum, tanpa berpikir panjang ia langsung menganggukkan kepalanya.

“Mau, Ji. Mau banget. Ayo sama-sama terus sampai seterusnya.”

Mendengar jawaban itu, Jidan semakin tersenyum. Ia mengambil cincin yang ada di tangannya, lalu memasangkan cincin tersebut ke jari manis milik Shenna.

Semesta, lihatlah dua sejoli ini. Dua orang yang bertemu karena hal yang tidak menyenangkan, menjadi semakin dekat, lalu berubah lagi menjadi saling memiliki, dan sampai pada saat ini yang saling berjanji untuk terus bersama sampai seterusnya.

Jidan dan Shenna tak butuh apa-apa lagi. Mereka berdua selalu merasa cukup satu sama lain, selalu saling melengkapi satu sama lain, selalu saling memahami satu sama lain. Benar kata Shenna dulu, mau sebanyak apapun masalah yang akan datang dan mengganggu hubungan mereka berdua, hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa.

Alasannya hanya satu. Jidan hanya mau Shenna, Shenna hanya mau Jidan, dan itu akan bertahan sampai kapanpun.