Mimpi buruk? cw // Kinda NSFW , Kissing
Sejak dua hari yang lalu, Shenna memang menghabiskan waktunya untuk menginap di rumahnya. Hal itu membuatnya tidak bertemu dengan kekasihnya Jidan selama dua hari ini, ditambah lagi shenji; anjing samoyed kesayangan Jidan dan Shenna dibawa oleh Shenna.
Hari ini pukul 11 malam, Shenna meminta abangnya untuk mengantarnya kembali ke apart. Padahal bisa saja ia pulang besok pagi, kan. Namun entah mengapa beberapa jam terakhir perasaan Shenna sangat cemas, ia juga tidak mengerti apa yang ia cemaskan. Tadi sebelum kembali ia sempat menanyai kabar Jidan, dan Jidan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Seharusnya Shenna bisa lega, tapi ia memilih untuk tetap kembali.
Bahkan sudah dua jam lamanya ia sudah di apart miliknya sendiri, Shenna masih terlihat gelisah. Jidan belum membalas pesannya setelah ia pulang. Astaga Shenna, kan bisa saja Jidan sudah tertidur, apalagi waktu saat ini sudah menunjukkan 1 pagi.
Shenna memutuskan untuk keluar dari apartnya lalu menuju apart yang ada di depan miliknya, berniat untuk menghampiri Jidan. Bel pertama, belum ada tanda-tanda penghuni di dalamnya menjawab. Bel kedua dan ketiga pun juga sama. Rasa gelisah Shenna sudah melebihi apapun saat ini. Dengan segera ia menekan sandi dari pintu apart Jidan yang memang sudah ia tau sejak dulu.
Gelap. Satu kata yang menggambarkan suasana apartemen milik Jidan. Bahkan saat lampu menyala pun apartemen milik Jidan memang sudah didominasi dengan warna abu-abu, hitam dan putih. Ditambah saat ini tak ada satupun lampu yang menyala, membuat suasananya sedikit menyeramkan.
“Dia ga mungkin keluar jam segini? Tadi dia bilang ga mau kemana-mana kok.” ucap Shenna bermonolog.
Ia memilih untuk menyalakan lampu-lampu yang ada di setiap ruangan, lalu langkah kakinya bergerak menuju kamar tidur kekasihnya.
Betapa terkejutnya Shenna melihat Jidan sedang tertidur, namun terlihat sangat tidak tenang. Di balik selimut, Jidan tertidur dengan wajah yang berkerut, entah mimpi apa yang sedang menghantui tidurnya. Yang Shenna yakin, pasti bukan hal yang baik.
Dengan segera Shenna menghampiri sang kekasih, duduk di pinggir kasur lalu menepuk-nepuk pelan bahu Jidan, “Ji? Wake up, hey, i’m here.”
Tak lama setelah itu Jidan bangun dengan tergesa, keringat semakin bercucuran di dahinya, wajahnya terlihat mengeluarkan air mata, nafasnya pun memburu.
Jidan yang baru saja terbangun dan sadar ada Shenna di sampingnya langsung menarik Shenna ke pelukannya. Pelukan yang tak biasa, terasa sangat erat, membuat Shenna sadar kalau laki-laki kesayangannya ini sedang tidak baik-baik saja.
Shenna membalas pelukannya dengan erat, sambil menepuk perlahan punggung sang kekasih, “Gapapa gapapa, aku disini, Ji.”
“Mimpi itu lagi, Ji?”
“Hm.” jawab Jidan dengan suara seraknya sambil menganggukkan kepala.
Saat ini posisi keduanya sudah berbeda dari sebelumnya. Shenna sudah merebahkan tubuhnya tepat di samping Jidan. Tubuh kecilnya pun sudah dipeluk dengan erat oleh Jidan. Dengan kedua wajah yang berdekatan dan saling menatap hangat satu sama lain.
Tangan Shenna terulur, jari lembutnya mengusap permukaan kulit wajah Jidan sambil senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya.
Keduanya asik bertatapan satu sama lain sampai Jidan memajukan tubuhnya, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Shenna, membuat Shenna sedikit mendongak untuk memberikan akses kepada Jidan yang sedang mencari tempat nyamannya.
Jidan asik menggesek-gesekkan ujung hidungnya di leher Shenna sambil menghirup wangi kesukaannya dari tubuh Shenna. Sedangkan gadis yang sedang ia peluk sedari tadi menepuk pelan punggung Jidan, sesekali mengusapnya sekaligus menyalurkan ketenangan kepada orang tersayangnya itu.
Jidan kembali menatap Shenna, “Na, jangan tinggalin aku.”
Ucapan itu terdengar sangat pelan dan tulus sampai masuk ke telinga Shenna. Ia tersenyum sambil mengusap surai sang kekasih, “Aku ga kemana-mana, Ji. Aku disini sama kamu.”
“Janji ga pergi?”
Shenna terkekeh pelan, ia memajukan wajahnya lalu mencium kening Jidan, “I promise. Aku ga akan kemana-mana, aku disini sama kamu, aku mau tetep ada di samping kamu sampai kapanpun aku bisa.”
Jidan mengangguk, “Aku juga. Aku ga butuh apa-apa lagi, Na. Kamu, aku cuma mau kamu, dan aku akan selalu mau kamu.”
“Bucin, dasar.”
“Biarin. Kalau perlu aku teriak di keramaian juga gapapa, aku ga masalah kalau harus nunjukin ke dunia kalau aku orang paling beruntung karena berhasil punya kamu di hidup aku.”
“Udah ih! Kamu kenapa tiba-tiba gini?” Shenna menutup mulut Jidan dengan satu tangannya, menahan ucapan-ucapan tulus dari Jidan yang menurut Shenna mungkin sedikit menggelikan.
Shenna paham dengan maksud Jidan, setelah bersamanya, Jidan menjadi orang yang pandai untuk mengeluarkan isi kepalanya. Walau itu hanya berlaku untuk seorang Shenna, karena saat bersama orang lain, Jidan kembali jadi sosok tak tak banyak bicara dan berinteraksi dengan sekitar.
Jidan tak melanjutkan lagi kalimatnya, ia memilih tersenyum sambil menatap kekasihnya. Setelah memastikan Jidan tak melanjutkan kalimat panjangnya, tangan Shenna beralih menangkup pipi Jidan, dan mengusapnya dengan lembut.
Mengusap kening, mata, hidung, pipi, dan sampai titik terakhir. Ibu jarinya mengusap bibir bawah Jidan dengan perlahan namun pasti.
Shenna membeku, tatapannya terkunci pada bibir lembut milik sang kekasih. Jidan tentu sadar dengan tatapan Shenna. Ia membiarkan Shenna menatap bibir miliknya sampai puas, ia tahu apa yang ada dipikiran Shenna. Dan Jidan juga tau kalau Shenna sedang menahan dirinya.
“Take it.”
“Hm?” jawab Shenna tanpa beralih tatapannya dari bibir Jidan.
“Take it, your kiss.”
Tanpa sadar, setelah mendengar kalimat yang Jidan ucapkan, Shenna langsung memajukan wajahnya dan mencium bibir Jidan. Tak ada gerakan, hanya Shenna yang menempelkan bibirnya sambil menutup mata. Sedangkan yang menjadi objek, matanya terbuka, menatap wajah sang kekasih yang sedang menciumnya dari dekat.
Selang beberapa detik kemudian kesadaran Shenna kembali. Dengan terburu-buru ia melepas ciuman tersebut, “Maaf.”
Tidak, kalau Shenna pikir Jidan akan membiarkan Shenna begitu saja, itu salah besar. Yang Jidan lakukan justru sebaliknya. Setelah Shenna melepas ciuman keduanya, dengan cepat Jidan menarik pinggang Shenna lebih dekat, sehingga tubuh keduanya sudah saling melekat satu sama lain.
“I’m sorry, but i need more.”
Kali ini Jidan yang bergerak lebih dulu, mencium bibir lembut Shenna dengan perlahan. Bukan ciuman biasa seperti yang Shenna lakukan, semakin lama Jidan memberikan lumatan-lumatan lembut di bibir Shenna.
Awalnya gadis yang di dalam rengkuhannya ini hanya diam, namun semakin lama Shenna mulai membalas lumatan yang diberikan Jidan. Jidan merubah posisi keduanya sehingga tubuhnya sedikit menindih Shenna. Tangan sang kekasih mengalung dengan santainya di leher Jidan.
Tanpa sadar lumatan keduanya berubah, bukan hanya lumatan biasa namun menjadi lumatan yang saling menuntut satu sama lain. Bukan pertama kali pasangan ini berciuman, namun entah mengapa malam ini ciuman keduanya terasa sangat dalam. Banyak rindu yang tersampaikan secara tersirat dari ciuman keduanya.
Setelah merasa pasokan nafasnya mulai menipis, Shenna menepuk nepuk bahu Jidan sebagai isyarat.
Ciuman keduanya terlepas, Jidan maupun Shenna sibuk mengatur kembali nafas masing-masing dengan tatapan terkunci satu sama lain. Tangan Shenna mengusap leher sampai rahang Jidan dengan lembut namun terasa sensual.
Bukan Jidan namanya kalau ia merasa cukup dengan apa yang baru saja ia lakukan. Lihatlah, lelaki ini kembali melakukan aksinya. Bukan di bibir manis Shenna, kali ini beralih ke leher lembut Shenna.
Wajah tampannya sepenuhnya tenggelam di leher mulus milik Shenna. Dengan telaten ia memberikan kecupan-kecupan lembut. Tak sampai disitu, dengan beraninya kali ini lidahnya justru bergerak lembut di leher Shenna.
Lumatan, hingga gigitan kecil dapat Shenna rasakan. Ia hanya dapat memejamkan matanya, merasakan segala perlakuan Jidan padanya, dengan tangannya yang menekan kepala belakang Jidan seolah memberikan sepenuhnya izin untuk Jidan memberikan tanda di lehernya.
Shenna terlalu menikmati perlakuan Jidan, sampai tak sadar tangan nakal Jidan sudah menyusup ke dalam pakaiannya. Usapan sensual lagi-lagi Jidan berikan kepada Shenna, berawal dari pinggang dan naik sampai ke punggung Shenna.
Tangan Jidan bergerak melepas pengait yang ada di dalam pakaian Shenna, namun setelah itu ia menghentikan gerakannya. Ia sedikit menjauhkan wajahnya, menatap leher Shenna yang bisa ia jamin pagi ini akan meninggalkan banyak bekas kemerahan di leher cantik kekasihnya.
Jidan menatap Shenna sayu.
“Na, kalau kamu ga mau, aku bisa berhenti sekarang.” ucap Jidan dengan suara beratnya yang justru membuat Shenna semakin meremang.
Jidan diam, berusaha sekuat tenaga untuk tidak melanjutkan kegiatannya sebelum memastikan kalau Shenna mengijinkannya untuk bergerak.
Merasa tak ada jawaban, Jidan tersenyum tipis lalu bergerak, berniat bangun dari posisinya yang saat ini menindih sang kekasih.
Baru saja Jidan bergerak, tangan Shenna yang masih mengalung di leher Jidan menahannya. Shenna menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan agar Jidan tidak pergi dari posisinya saat ini.
“Ji, lanjutin.”
“Are you serious?” tanya Jidan memastikan.
Shenna mengangguk, “Hm, i need you too.” Mendengar jawaban Shenna tentu membuat Jidan tersenyum kemenangan, ia menggesekkan ujung hidungnya dengan hidung Shenna.
Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke telinga Shenna.
“I love you.” bisik Jidan sebelum akhirnya ia memberikan ciuman lembut pada telinga Shenna.
– END –