archivecapella

193.

Bintang menuju ke kasir untuk membayar seluruh makanan yang ia dan juga teman temannya santap selama disini. Setelah menyelesaikan pembayarannya, mereka semua keluar dari tempat makan tersebut.

“Kak Clara pulang sama siapa?” tanya Candy kepada mereka semua.

Belum sempat Clara menjawab pertanyaan itu, Mafendra lebih dulu menjawab. “Sama gue ndy.”

Candy ber oh ria, “Okay kalo gitu, kalian hati-hati ya, Kak.” ucap mereka sebelum akhirnya mereka berpisah. Raskal lebih dulu pergi karena ia harus menjemput nyokapnya, lalu disusul yang lainnya meninggalkan tempat itu.

“Kenyang.” celetuk Candy saat di perjalanan.

Bintang terkekeh pelan, “Ya iyalah, kamu makannya banyak banget.”

“Biarin, kan kak Bintang tau kalo lagi mood makan, pasti makannya banyak.”

Bintang mengangguk, ia mengambil salah satu tangan Candy lalu menggenggamnya.

“Gapapa, bagus. Kapan-kapan kita tempat yang banyak makanannya lagi, ya?” ucapnya sambil mengusap pelan tangan kanan Candy.

“Deal!”

Tak lama setelah itu, terdengar bunyi notifikasi dari hp Candy tanda ada panggilan masuk. Terlihat dengan jelas wajah Candy langsung panik, ia segera menolak panggilan tersebut.

“Gak diangkat aja?”

Candy menggeleng pelan,

“siapa tau penting?”

“Engga, gapapa kok.”

Okay.”

Bintang tak melanjutkan pertanyaannya lagi. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ia tanyakan kepada Candy. Namun, ia merasa masih bisa menahannya, ia ingin Candy terbuka padanya karena memang Candy ingin, bukan karna paksaan darinya.

189.

Bintang, Candy, Clara, Mafendra, Alfi, dan juga Raskal, saat ini sudah berada di salah satu tempat makan All you can eat yang ada di daerah mereka.

Sudah dua puluh menit sejak mereka memulai acara makan-makan mereka. Ternyata diantara mereka tidak ada yang canggung satu sama lain, termasuk Candy. Padahal, Candy bisa dibilang adik kelas mereka sekaligus satu tahun lebih muda dari mereka yang ada disini. Namun, dengan pandai Candy menyesuaikan diri dengan teman-teman Bintang.

Mereka tidak malu, bahkan untuk terlihat makan banyak satu sama lain. Kata mereka, yang namanya all you can eat, harus dimanfaatin sampai kekenyangan.

Candy pun fokus pada makannya. Ia tidak banyak memanggang daging yang ada disana, karena Bintang sudah lebih dulu menguasai peralatannya. Sehingga Bintang fokus memanggang dan memasak makanan yang ada disana, sedangkan Candy fokus makan sambil menyuapi kekasih yang ada di sampingnya itu.

Berbeda dengan di sisi seberangnya, justru Clara kewalahan menghadapi ketiga temannya itu. Clara yang lebih banyak memanggang sedangkan Raskal, Alfi dan Mafendra malah asik memakannya.

“Duh! Lo bertiga nih ya. Makan doang taunya, ini gue baru makan dikit langsung abis, huh!” keluh Clara, namun ia tak memberhentikan kegiatannya.

Mereka yang ada disana hanya tertawa satu sama lain, sedangkan Raskal dan Alfi tak memperdulikan ocehan Clara dan tetap makan.

Clara menghela nafasnya pelan. Mafendra yang saat ini berada di samping Clara pun sadar kalau gadis di sampingnya itu sebenarnya kelelahan. Dengan pelan ia mengambil peralatan yang ada ditangan Clara.

“Sini gue aja, makan dulu, Clar.” ucap Mafendra sambil mengambil alih kegiatan yang tadinya dilakukan oleh Clara.

Clara hanya terdiam menatap Mafendra, mau tak mau ia menurut sehingga sekarang ia bisa makan dengan santai. Di sisi lain, mereka semua saling bertatapan satu sama lain, namun tak ada yang berani berucap.

Candy yang mengerti arti dari tatapan Bintang dan teman-temannya itu pun terkekeh pelan, ia mendekat ke arah Bintang lalu berbisik.

“Kak, mereka lagi deket, ya?”

“Ekhem.” Bintang mengangkat kedua bahunya, lalu beralih mendekat ke Candy.

“Aku gak tau kalo Mafendra. Tapi kalo Clara, kayaknya emang suka.”

Tak ada jawaban lagi dari Candy, karena mereka berdua hanya saling tersenyum satu sama lain, dan kembali fokus pada kegiatannya.

“Ndy, udah hampir sebulan lo sama Bintang, gimana rasanya?”

Benar juga ya. Tanpa disadari, sudah hampir sebulan Candy dan Bintang berpacaran, waktu terasa begitu cepat.

“Gak gimana-gimana sih, kak. Paling aku jadi lebih banyak tau tentang kak Bintang, yang biasanya aku gak tau.”

“Apa tuh?”

“anehnya, hehe.”

“Ndy? Kok gitu ngomongnya?”

Terlihat raut wajah cemberut dari Bintang kepada Candy, namun hal itu justru membuat mereka semua jadi tertawa secara bersamaan.

184.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu itu, membuat penghuni yang sedang berada di ruang kelas tersebut menoleh ke arah sumber suara. Ternyata ada Bintang disana, dengan menampilkan senyumnya. Tadinya, Candy berniat untuk berdiri dan menghampiri Bintang, namun ternyata Bintang lebih dulu masuk.

Ia membawa dua plastik, yang bisa ditebak isinya adalah boba yang tadi Bintang bilang ingin ia belikan untuk Candy.

“Kok banyak banget?”

Bintang mengambil satu rasa taro yang dipesan oleh Candy, dan memberikan empat lainnya kepada teman sekelompok Candy yang berada disana.

“Ini buat kamu, ini buat kalian ya. Sorry gue gak tau kalian suka rasa apa, jadi gue beliin coklat aja, biar sama semua.”

Mereka yang ada disana mengambil bobanya masing-masing, tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bintang karena sudah repot-repot membawakan mereka minuman, termasuk Vanya. Bisa dilihat Vanya langsung senyum-senyum ke arah Candy, sedangkan Candy terlihat sedikit canggung.

Candy berdiri dan mengajak Bintang keluar dari ruang kelasnya,

“Kok gak bilang kalo beli banyak?”

“Ya kan kamu bareng mereka, masa aku cuma beliin kamu. Gak enak sama yang lainlah.”

“Iya juga, sih. Yaudah nanti uangnya aku ganti, ya.”

Bintang mencubit pipi Candy pelan,

“Gak usah cantik, lebay deh ih. Mending gantinya yang lain.”

“Apa?”

“Peluk.” ucap Bintang sambil merentangkan tangannya dan mendekat kearah Candy. Namun, dengan cepat Candy mencubit pelan perut Bintang.

“Ngaco! ini masih di sekolah ya. Jangan aneh-aneh deh, kak.”

“Berarti kalo gak di sekolah mau?”

“Kak!”

Bintang langsung tertawa melihat reaksi gadis di depannya yang terlihat malu-malu itu. Ia mengelus pelan kepala Candy.

“Yaudah, aku turun ya? Ditungguin Raskal di depan.”

“Balik, kan?”

“Engga, kan nunggu kamu.”

“Gak usah dibilang ih! Aku masih lama.”

Bintang malah pergi meninggalkan Candy yang masih mengomel, “Kalau udah selesai, kabarin aku, ya? Bye, sayang.”

“Kak Bintang!” teriak Candy.

Terdengar suara tawa Bintang, sebelum akhirnya ia meninggalkan gedung sekolahnya lagi.

172.

Candy pov.

Setelah keluar dari mobil kak Bintang, gue langsung lari ke rumah dan masuk ke dalam kamar. Gue gak bisa berhenti penasaran sama isi kotak yang lagi gue pegang saekarang. Sampe di kamar, gue rapiin barang-barang yang sempet gue bawa tadi, dan langsung naik ke kasur dengan kotak dari kak Bintang tadi ada di depan gue.

“Nih gue kenapa tiba-tiba jadi deg-degan gini sih.”

Pelan-pelan gue buka kotaknya, wow. Gue cukup dibuat kaget setelah liat isinya, ada satu dvd player warna putih yang menurut gue simple tapi aesthetic banget, ditambah satu lagi, cd? jewel casenya banyak hiasannya. Dan ada satu surat kecil.

Kalau udah selesai dengerin semuanya, kabarin aku ya.

Gue makin deg-degan setelah liat jewel casenya. Gue langsung masangin cd ke dvd playernya, dan muterin lagunya.

Di bagian depan jewel casenya ada list lagu yang bakal diputer di cd ini, dan nomor 6 “Special from the star?”, duh gue makin deg-degan.

Setelah cdnya berhasil keputer, gue pikir lagu yang bakal gue denger itu lagu aslinya, ternyata engga. Musiknya nggak asing, dan gue tebak ini dari band mereka? Kak Bintang nyiapin ini semua? Kapan?

Dan satu lagi yang lebih bikin gue terkejut, yang nyanyi itu bukan Clara, tapi kak Bintang sendiri.

Sial, gue nggak bisa berhenti senyum selama dengerin lagu-lagu dari cd ini. Sesekali gue nutupin muka gue pake bantal, supaya teriakan gue nggak terlalu kenceng.

Sampai ke lagu ke 6, “Special from the star” jantung gue makin gak bisa diajak kerja sama.

“Hai, Nadya Candy,

deg

Gue pikir dia bakal nyanyi?

Pasti kamu pikir aku bakal nyanyi, ya?

Tuh kan, dia udah nebak.

Duh bentar, aku rekam ini sambil diliatin sama anak-anak, mereka lagi nahan ketawa banget sekarang, dan aku malu.

ekhem

Aku ketemu kamu hampir dua tahun yang lalu. Waktu itu kita hari pertama jam olahraga dan ternyata kelas kamu sama kelas aku dapet waktu yang sama.

Cantik,

Itu kata pertama yang aku ucapin, setelah aku liat kamu,

Awalnya aku pikir aku cuma sekedar tertarik aja sama kamu, ternyata engga. Rasa kagumnya bertahan lama banget, sampe akhirnya kita ketemu di ruang yang sama di ujian semester waktu itu,

Aku yakin pasti kamu bingung kenapa aku sering ketauan natap kamu. Itu aku lagi ngomong sama diri aku sendiri, Ndy. Masih gak nyangka bisa ketemu kamu lagi dan kali ini lebih deket dari yang biasanya aku liat kamu dari jauh.

Aku gak nyangka juga sekarang kita bisa jadi sedeket ini,

Candy, makasih ya. Makasih udah mau kenal aku, jadi teman yang baik untuk aku. Makasih karna kamu selalu paham sama sikap aku, yang kadang aku aja gak ngerti sendiri, hehe.

Makasih udah mau nemenin aku disini, kamu jadi penyemangat paling ampuh buat aku,

Candy, tetep disini, ya? Jangan pernah kepikiran buat pergi, aku butuh kamu,

Mau temenin aku? Temenin aku, buat lewatin semua hal yang ada di depan aku nanti.

Mau kan, buat kisah baru sama aku?”

170.

Setelah menemani Bintang dari siang sampai sore sekarang ini. Akhirnya Bintang dan teman-temannya selesai melakukan latihan terakhirnya, mereka briefing sebentar, sebelum akhirnya berpisah satu sama lain. Raskal dan Alfi pulang dengan kendaraannya masing-masing, sedangkan Mafendra bersama Clara untuk mengantar gadis itu pulang terlebih dahulu.

Candy masih ada di gedung itu, menemani Bintang mengurus administrasi sebelum akhirnya mereka juga meninggalkan gedung tersebut.

“Laper?”

“Banget!”

Bintang tersenyum, lalu menggandeng gadis di sampingnya itu menuju ke parkiran.

“Kalo laper dari tadi, kenapa gak bilang?”

“Gak mau ganggu lah.”

“Mau makan apa?”

“Pengen sate. Tapi masih sore gini, udah ada gak ya yang jualan sate?”

“Ada, kita cari dulu makanya, yuk.”

Setelah beberapa belas menit mencari sate yang sedari tadi diinginkan oleh Candy, akhirnya mereka berdua menemukan salah satu penjual sate yang sudah buka di pinggir jalan dekat rumah Candy.

Seperti biasanya, Candy memilih untuk makan di mobil, kali ini alasannya agar Bintang bisa menemaninya sambil membuka ipadnya untuk belajar. Dan benar saja, selama di mobil, Bintang langsung membuka ipadnya dan membuka beberapa materi yang ada disana, dan diselingi oleh Candy yang menyuapinya makanan.

Setelah selesai, Bintang mengembalikan piring yang ia bawa ke mobil tadi kepenjualnya, lalu kembali melanjutkan perjalanannya untuk mengantarkan Candy ke rumah.

Entah mengapa, Candy merasa ada yang aneh dari Bintang sejak di mobil tadi, biasanya Bintang memang tidak banyak bicara. Tapi untuk kali ini, Bintang lebih sedikit bicara dari biasanya.

“Kak?”

“Hm?”

“Kok diem aja, kak Bintang kenapa?”

Bintang menggelengkan kepalanya pelan, “Engga, emang aku kenapa?”

“Gapapa, aneh aja. Yaudah, aku turun ya. Makasih udah mau nganter aku, kak.”

Candy melepas sabuk pengamannya, lalu membuka pintu mobilnya. Namun belum sempat ia keluar, Bintang menahannya.

“Tunggu. diem dulu.”

Justru Bintang yang keluar dari mobilnya, lalu membuka bagasi belakang dari mobilnya tersebut. Candy hanya diam di tempatnya, ia melihat Bintang mengambil satu kotak yang lumayan besar, lalu kembali masuk ke mobil di kursi pengemudinya itu.

Candy yang tak tau apa yang diambil oleh Bintang pun hanya menatap bingung ke arah Bintang.

“Itu apa?”

Bukannya menjawab, Bintang justru memberikan kotak tersebut kepada Candy.

“Buat aku?”

Bintang mengangguk,

“Aku buka sekarang nih?”

“Eh, jangan.”

“Buka di dalem aja.”

“Oh? Okay.”

“Kalo gitu, aku masuk dulu, ya?”

“Iya”

“Aku gak tau ini apa, tapi makasih ya, kak. Hati-hati di jalan, kalau udah sampe, kabarin aku.”

“Hm.”

165.

Candy pov

Saturday happy, hehehe. Akhirnya setelah sekian lama gue minta ke kak Bintang buat ikut dia latihan, baru dibolehin sekarang, walaupun ini latihan terakhir, gapapa lah ya setidaknya bisa liat mereka latihan band, pasti keren deh.

Tadi kak Bintang jemput gue jam sebelas kurang lima belas menit, alias lebih cepet dari jam yang dia bilang. Gue yang udah mulai tau kebiasaan dia, sekarang jadi ngebiasain diri buat udah siap sebelum kak Bintang dateng ke rumah.

Studio yang mereka sewa buat latihan hari ini tempatnya nyaman, nggak terlalu sempit tapi gak terlalu luas juga. Disini gue cuma duduk di salah satu sofa yang udah disediain, nonton mereka latihan, sesekali gue fotoin mereka. Nggak ada tujuan apa-apa sih, cuma pengen foto aja. Siapa tau, nanti foto ini bisa jadi kenang-kenangan mereka kan.

Mereka fokus latihan dua lagu, tapi sesekali mereka beralih buat mainin lagu yang lain.

“Hai, Candy.” ternyata kak Clara, dia nepuk bahu gue pelan sebelum akhirnya ikut duduk di sofa yang ada di samping gue.

“Eh, hai kak. Gimana latihannya?”

“Capek, mereka gak mau berhenti dari tadi, katanya nanggung-nanggung mulu, tapi nanggungnya udah setengah jam.”

Gue cuma kekeh pelan, gue ngambil satu botol aqua yang ada di samping gue dan gue kasih ke kak Clara, dia keliatan capek banget, apalagi dia yang nyanyi pasti udah keluarin banyak tenaga buat suaranya.

“Nih kak, minum air putih yang banyak kak, biar tenggorokannya gak sakit.”

Thanks, Candy.”

”-lo kenal Bintang dari yang seruangan ujian waktu itu?”

Gue ngangguk, “Iya, kak.”

“Baru kenal, atau baru deketnya?”

“Oh itu, kalo kenal mah udah dari lama. Kan tahun lalu kelas kita jam olahraganya samaan, kak. Tapi emang akrabnya setelah ujian waktu itu.”

Kak Clara mengangguk paham, “Bintang baik-baik kan ke lo?”

“Iya, kak. Kenapa?”

“Gapapa, kalo dia macem-macem sama lo, bilang ke gue ya biar gue tonjok anaknya.”

“Hahaha, dia baik kok kak. Aku aja kaget waktu deket sama dia, aku pikir orangnya dingin, ternyata gak sama sekali.”

“Karna dia demen sama lo.”

“Hah?”

“Gak, gapapa gue asal nyeplos aja.”

“Gibahin gue ya lo pada?”

Suara itu bikin gue sama kak Clara langsung noleh ke arah sumber suara, kita berdua kekeh pelan.

“Iya, kan gue bilang kemarin mau ngasih tau Candy, lo kalo di kelas gimana.”

“Anjing, Clar! Candy, jangan percaya ya sama Clara, dia suka bohong.”

“Padahal kak Clara gak bilang apa-apa. Kok kak Bintang panik gitu?”

“HAHAHAHA, MAMPUS LO BIN.”

157.

Di dapur Candy dan bundanya Bintang sedang memasak sekarang, sebenarnya hanya bundanya saja sih, karena Candy hanya membantu menyiapkan bumbu dan bahan yang diperlukan, dan lebih banyak memperhatikan bundanya Bintang memasak.

Tiba-tiba Candy teringat sesuatu, “Oh iya, Tante.”

“Iya, cantik?”

“Aku mau bilang ini dari tadi, tapi aku lupa. Maaf ya tante, aku anak perempuan tapi malah dateng ke rumah cowo sendiri.”

Mendengar pertanyaan itu, bundanya Bintang justru tertawa pelan.

“Panggil bunda aja.”

“Eh? Iya, bunda.” dan lagi-lagi bundanya terkekeh melihat gadis di sampingnya itu.

“Baru kamu yang dateng kesini malah minta maaf.”

“Emang biasanya ada yang dateng kayak aku juga, Bun?”

Bunda menggelengkan kepalanya pelan, “Engga sih, eh ada. Clara pernah dateng kesini, tapi sama teman-teman sekelompoknya yang lain juga.”

“Oh, kak Clara.”

“Loh? Kamu kenal?”

Candy mengangguk, “Kenal bunda, waktu ujian aku duduknya bareng kak Clara.”

“Oh gitu, Bunda juga kenal dia karna katanya temen sekelas Bintang.”

“Iya, bener itu, Bun.”

“Kamu kenal Bintang dari kapan?” tanya bundanya Bintang sambil menyiapkan masakannya.

“Kak Bintang? Aku tau dia udah lama bunda, tapi kalo temenannya belum lama ini, karna aku seruang ujian bareng kak Bintang.”

“Temen?” Candy mengangguk.

“Kok cuma temenan?”

“Uh?” bundanya Bintang yang melihat raut wajah bingung dari Candy pun lagi-lagi tertawa.

Sebenarnya bundanya Bintang sudah mengenal Candy, sebelum ia bertemu langsung dengan Candy seperti sekarang ini. Bintang sering menceritakan banyak hal tentang Candy. Bahkan, ada beberapa rahasia yang kata Bintang, Candy nggak tau soal itu. Bundanya Bintang tersenyum, ada saja kelakuan anak muda sekarang.

155.

Candy pov

Kata kak Bintang, kemarin minta gue buat nemenin dia belajar atau nugas, gue pikir itu cuma alesan dia aja. Ternyata engga, dia beneran belajar dong. Udah sejam lebih gue disini, dan gue didemin karna dia fokus sama buku-buku yang ada di mejanya.

Udah berbagai macam kegiatan gue lakuin disini, kadang gue nonton netflix dari tv yang ada di kamar dia. Kadang gue muterin kamarnya sambil liat apa aja yang ada di kamarnya. Kadang gue main hp aja sambil rebahan di kasurnya.

Kadang gue ngambil gitar yang digantung di temboknya dan gue mainin, gak bunyi soalnya itu gitar elektrik, hehe. Kadang gue juga coba mainin drum elektrik yang ada disitu, gue sempet tanya kenapa belinya drum yang elektrik bukan drum biasa. Dia bilang drum elektrik lebih minimalis dan ga seberisik drum biasa, dan kalau buat sekedar main juga enakan drum elektrik.

Ah iya, satu hal yang belum gue jelasin dari kamar Bintang, wangi kamarnya. Sebenarnya nggak beda jauh dari wangi kak Bintang yang biasanya, tapi kamarnya lebih khas karna wangi room spray baies dari diptyque yang bisa bikin siapapun nyaman di ruangan ini, termasuk gue.

Gue sebenernya bosen banget, tapi ga mungkin juga kan gue gangguin kak Bintang terus. Gue liat dia bener-bener fokus nonton video penjelasan materi, sambil coret-coret di ipadnya. Gue nggak tau dia nulis apa di ipadnya, mungkin catetan?

Setelah diem sambil liatin kak Bintang yang fokus banget itu, gue ngambil salah satu kursi yang ada di kamar itu dan ngedeket ke arah kak Bintang. Gue posisiin kursinya di samping dia, dan duduk di kursi itu. Jangan tanya gue mau ngapain, karena gue sendiri bingung ini sebenernya gue ngapain.

Gue cuma diem aja sambil ngeliatin dia belajar. Sekarang gue ngadep ke dia, dengan tangan gue nopang kepala gue di meja, sesekali ngelirik ke komputer, ipad, sama buku-buku yang ada di mejanya. Pelajaran fisika, wah pelajaran yang paling gue gak suka. Alasannya karena satu pelajarannya susah, dan dua ya karna gue nggak bisa.

“Bosen, ya?”

Kak Bintang nanya gue tanpa noleh, dan gue ngangguk.

“Hm.”

“Laper?”

Kali ini gue geleng, “Engga sih, biasa aja.”

“Sebentar ya, aku belajar ada waktunya, Ndy. Nanti kalo udah waktunya berhenti buat istirahat, aku temenin kamu biar ga bosen.”


Bintang masih fokus dengan kegiatan belajarnya, sedangkan Candy yang sekarang posisinya ada di samping Bintang hanya memainkan hp nya, scroling social media, sesekali membuka tiktok namun ia segera menutupnya karna suaranya pasti mengganggu Bintang.

tok tok tok

Ada suara ketukan pintu yang buat Candy menoleh, tapi tidak dengan Bintang, pandangannya masih saja ke arah pelajaran di depannya. Setelah ketukannya, ada seseorang yang masuk ke kamar Bintang. Ternyata itu nyokapnya Bintang. Ia tersenyum melihat Candy yang ada disamping Bintang.

“Bintang, bunda mau masak ya, nanti jangan makan diluar.”

“Iya, Bun.”

Cuma itu jawaban singkatnya yang buat Candy dan nyokapnya Bintang kekeh pelan sambil saling bertatapan.

Belum sempat nyokapnya Bintang keluar dari ruangan itu, Candy memanggilnya.

“Tante.”

“Iya cantik?”

“Tante mau masak apa? Aku boleh ikut?”

Bintang langsung menyela “Kok gitu? Aku ditinggal dong.”

Nyokapnya Bintang ketawa lagi, “Pasti bosen ya nungguin Bintang belajar?”

Dan Candy langsung mengangguk dengan cepat, “Lumayan, banget.”

“Jadi, lumayan atau banget?”

“Lumayan, banget.”

“Hahaha. Yaudah yuk, sama tante aja kebawah.”

“Yes! Aku titip hp aku ya, kak.” ucap Candy sebelum akhirnya meninggalkan Bintang sendiri dikamarnya.

Bintang menghela nafasnya pelan, sebenarnya ia tidak mau ditinggal sendiri, tapi disatu sisi ia tidak enak dengan Candy yang sudah menunggunya belajar sejak tadi.

Kalau ditanya kenapa ia harus mengajak Candy hanya untuk menemaninya belajar, jawabannya hanya satu, ia pikir jika belajarnya kali ini ditemani oleh Candy, ia akan lebih bersemangat belajarnya. Dan sebenarnya memang benar.

Bintang kembali fokus dengan pelajarannya, meja belajarnya terlalu penuh sekarang. Komputer di depannya, ipad dan apple pen di tangannya, ditambah buku-buku tebal yang ada di depannya sekarang.

ting

Notif dari hp Candy berbunyi. Tidak hanya sekali, sehingga membuat Bintang tidak sengaja menoleh dan melihat ke layar hp Candy yang menyala karna notifikasinya itu.

“kakak kemana aja?”

“kapan main kerumah?”

“ditanyain papa.”

“ini mama juga katanya gak lama lagi mau lahiran kak.”

Bintang merenyit bingung melihat notifikasi yang ada di hp Candy itu, namun ia memilih untuk segera menutupnya dan membalik hp Candy agar pikirannya tidak terganggu.

154.

Candy pov

Sesuai ajakan kak Bintang kemarin, hari ini gue dijemput di rumah. Sebelum kita berangkat, kak Bintang gak lupa buat pamitan ke nyokap gue. Sebenarnya dari awal berangkat gue udah nanya ke kak Bintang kita mau kemana, dan dia cuma jawab nanti juga tau.

Empat puluh lima menit di perjalanan, kita akhirnya sampe di sebuah rumah, entah ini rumahnya dua atau tiga lantai, halamannya gak terlalu luas jadi lantai satu nya dijadiin khusus parkiran mobi. Gue liat disitu ada beberapa mobil dan ada motor juga, wow kayaknya penghuni rumah ini masing masing punya mobilnya sendiri deh. Tapi ini rumah siapa?

Loh, ada adiknya kak Bintang juga? Ini rumah nya kak Bintang?

Seketika gue mulai gugup, ternyata bener ini rumah kak Bintang. nggak lama setelah itu, dia langsung bawa gue masuk, dan minta gue buat nunggu di ruang tamu dia dulu sebelum akhirnya dia pergi nggak tau kemana. Awalnya perasaan gue agak nggak tenang, ini gue cewe tapi dateng ke rumah cowo mana gue sendirian lagi. Tapi gue berusaha biasa aja, toh gue kesini bukan mau ngelakuin yang aneh-aneh.

Karena gue anaknya gak bisa diem, pandangan gue teralih ke meja yang disana banyak foto yang dipajang. Gue berdiri dan jalan kesana buat liat foto-fotonya, dibagian temboknya ada bingkai foto besar dan disana terlihat ada foto keluarga, empat orang, dua orang yang lebih dewasa itu gue yakin bokap nyokapnya kak bintang, dan dua anak yang masih kecil itu pasti kak Bintang sama adiknya, kayaknya ini foto lama deh.

Gue senyum sambil lihat foto-foto yang ada disana, ada beberapa foto yang gue yakin itu foto kecil kak Bintang. Lucu, bahkan sampe udah gede kayak sekarang pun kak Bintang tetep lucu sih.

“Ini yang namanya Candy ya?”

Denger kalimat itu bikin gue kaget, dan reflek nengok ke arah sumber suara itu. Disana ada kak Bintang dan nyokapnya disampingnya, gue langsung senyum dan nyamperin mereka balik duduk di sofa lagi.

“Iyaa tante, aku Candy.”

“Cantik.”

Gue gak tau harus respon apa selain senyum.

“Kok kamu mau sih sama Bintang?”

“Apa sih bunda!” kak Bintang langsung nyela pertanyaan nyokapnya dan buat kita berdua ketawa.

“Anaknya paket komplit tante, nggak mungkin saya nggak suka.”

Jangan berharap gue ngomong ini langsung ya, karena nyali gue nggak segede itu, jadi cuma bisa ngomong dalam hati. Kak Bintang izin buat bawa gue, dan gue pun minta izin ke nyokapnya kak Bintang buat ikut kak Bintang.

Kita naik ke lantai atas dari rumah ini, ternyata kak Bintang bawa gue ke kamarnya. Gue langsung takjub liat kamar kak Bintang, woy asli ini keren banget. Gue gak pinter buat ngedeskripsiin isi kamarnya ini. Tapi disini kamarnya di cat abu-abu terang dan ada beberapa bagian yang putih juga.

Dibagian kanan, ada area khusus buat alat musik kak Bintang. Gue liat ada beberapa gitar yang digantung di bagian temboknya, nggak lupa juga ada ada drum elektrik di sampingnya. Dibagian lain ada space yang isinya poster poster The 1975. Gue nggak tau banyak soal band ini, tapi gue tau beberapa lagunya karna emang gue sering dengerin.

Kamarnya nggak terlalu luas tapi rapi, gue nggak tau ini baru aja dirapiin karna gue mau masuk, atau emang biasanya rapi kayak gini.

“Ini kamarnya baru dirapiin ya?”

“Engga. Emang biasanyaa gini.”

“Bohong.”

Dia ketawa setelah denger gue bilang kata itu.

“Engga Candy, tanya aja mama bunda. Kamar aku emang biasanya gak berantakan kok.”

Denger dia bilang itu, gue cuma bisa diem, cowo satu ini kurangnya apa sih.

140.

Candy pov

Sekarang gue sama kak Bintang lagi di pinggir jalan, iya maksudnya mobil kak Bintang sekarang berhenti di pinggir jalan karna kita mau beli somay. Tadi, waktu di solaria gue bilang kalau gue nggak mau makan di tempat, maunya makan di mobil aja. Alhasil kak Bintang nurutin kemauan gue, nasi gorang yang tadi gue pesen di bungkus dan sekarang gue makan di mobilnya sambil nunggu somay yang tadi udah dipesen kak Bintang.

Kak Bintang masuk ke mobil dengan satu piring berisi somay ditangannya, piring itu di arahin ke gue dan gue geleng pelan.

“Maksudnya geleng gitu apa?”

“Nggak bisa pegang ih, kan ini ada nasi goreng di tangan aku.”

Dia ambil tangan kanan gue, dan piring isi somay yang tadinya ada ditangannya sekarang dikasih ke gue. “Bisa, alesan aja. Makan ya, ini kamu udah pesen ya. Nggak boleh buang-buang makanan.”

“Ih, kenapa nggak kak Bintang dulu aja yang pegangin.”

Bukannya menjawab, dia malah kearah kursi belakang mobil. Ternyata dia ngambil ipadnya, dan nunjukin ke arah gue.

“Ngapain?”

“Belajar lah.”

“Umumumu, aku baru tau kak Bintang rajin belajar.”

“Enak aja.” kata dia yang sambil nyalain ipadnya, dan gue liat dia mulai buka buka materi buat dibaca.

“Terus ini gimana?”

Dia ga noleh, dan masih fokus sama ipadnya. “Apanya?”

“Ih, ini makanannya. Tadi katanya mau makan bareng.”

Dia noleh sebentar ke arah gue, tapi setelah itu langsung balik lagi fokus ke ipadnya.

“Yaudah, suapin.”

“Hah!”

“Katanya makan bareng. Yaudah, suapin.”

“Males.”

“Kalo gitu, kamu abisin sendiri makannya.”

“Dih, kok gitu?”

Dia nggak jawab lagi, oke kalo gue terus terusan bawel yang ada dia malah gak fokus belajarnya. Gue hela nafas pelan, dan milih buat ngalah. Gue mulai suapin somay ke arah dia, dia nerima suapan gue tapi pandangannya fokus banget sama ipadnya.

Gue bisa liat di layar ipadnya, ada penjelasan materi yang gue tebak itu mata pelajaran kimia. Duh burem, kok kak Bintang kuat sih belajar begitu. Ah iya, kayaknya itu materi utbk, dia gak jadi linjur? Jadinya milih arsi kah? Gue dumel dalam hati aja sendiri sambil suapin makanan ke dia.

Satu hal lagi yang baru aja gue sadarin, kita dari tadi ngomong aku kamu ya? Kok gue gak sadar kalo gue juga jadi aku kamu. Sejak kapan? Oh, kayaknya tadi waktu di workspace.

Pikiran gue kebawa lagi ke waktu dimana gue liat kak Bintang nunggu gue di workspace tadi. dia tau gue disana dari mana? Vanya? Tapi kan gue nggak bilang siapa-siapa kalo hari ini gue kesana.

Tadi kenapa kak Bintang tiba-tiba meluk gue seerat itu? d\dia tau gue abis nangis? Eh, tapi bisa aja sih, soalnya mata gue pasti keliatan banget bengkaknya. Tapi kok, dia nggak nanya apa-apa?

“Heh, malah ngelamun.”

Lamunan gue buyar karna ucapan dari kak Bintang gitu, gue geleng pelan. Dia langsung ngambil piring bekas somay tadi dan bungkus yang tadi dipake buat nasi goreng. dia keluar mobil buat balikin piring ke abang somay sekaligus buang bungkusan nari goreng tadi.

Selama perjalanan pulang, kita gak banyak ngomong satu sama lain. Cuma suara lagu dari mobil kak Bintang yang gue denger sekarang. Gue rasa lagu-lagu ini emang lagu yang sering kak Bintang denger deh.

Sampai di rumah gue, dia diem dan belum ngomong apapun.

“Kak?”

“Hm?”

Dia noleh kearah gue, dan natap gue dengan fokus.

“Aku kepikiran ini dari tadi, kok kak bintang gak nanya aku kenapa?”

Gue liat dia senyum ke arah gue, gak lama setelah itu dia narik pelan tangan gue dan bawa gue ke pelukannya.

“Candy, aku nggak akan minta buat kamu cerita masalah kamu ke aku, aku yakin kamu pasti cerita ke aku kalo kamu udah siap dan udah mau.”

“Tapi candy, aku cuma mau kamu tau. Kalo kamu butuh tempat buat keluarin isi pikiran kamu yang sebenernya terlalu penuh itu, aku ada disini.”