archivecapella

#290.

Tw // slap , physical violance , family issues.


Di tempat ini, di salah satu cafe yang letaknya tak jauh dari rumah papa Candy, tempat dimana dulu Candy sempat tinggal, Dua orang saling berhadapan, namun masih saling diam satu sama lain.

Candy berusaha sekuat mungkin untuk menunjukkan bahwa, dirinya baik-baik saja sekarang.

“Gimana sekolahnya?”

“Baik, kaya biasanya.”

Lagi-lagi hening diantara mereka, hanya beberapa suara gaduh dari pelanggan lain yang berada di cafe itu. Tidak terlalu ramai memang, mungkin hanya dua atau tiga meja saja yang terisi di cafe bagian dalam. Lebih banyak pengunjung yang memilih duduk di bagian luar cafe tersebut.

“Kenapa gak pernah mampir lagi ke rumah?”

Candy tidak menjawab, ia masih terdiam mendengar pertanyaan itu.

“Papa ada salah sesuatu kah sama kamu?”

Banyak!

Candy hanya mampu menjawab dalam batinnya, bukan ia tidak mau menjawab, ia hanya tidak tau bagaimana cara menyampaikan pikirannya melalui kata-kata.

“JAWAB CANDY!”

Terdengar suara bentakan yang membuat beberapa orang yang ada di dalam cafe itu sedikit terkejut dan menoleh. Tidak terkecuali Candy. Ia tidak menyangka orang di depannya akan membentaknya di tempat seperti ini.

“Aku gak mau kesana lagi.”

“Ck”

Papanya Candy berdecak mendengar jawaban Candy, terlihat senyum miringnya.

“Mama kamu di rumah lagi hamil besar, bukannya tinggal disana biar bisa bantu-bantu. Malah kabur, seneng ya biar gak disuruh-suruh? Seneng ya, bisa bebas? Apa gunanya punya anak perempuan udah gede begini?”

“Jadi, papa mau aku disana cuma buat bantuin mama tiri?”

“Dia tetep mama kamu candy!”

“Bukan! dia cuma salah satu orang pendukung, yang ngehancurin semua keluarga aku.”

PLAK.

Terdengar suara nyaring setelah tangan papa Candy mendarat di pipi Candy. Rasa perih di pipi Candy membuat Candy langsung memegang pipi yang baru saja mendapat tamparan itu. Tangan kanan Candy mengepal dengan kuat, berusaha untuk menahan emosinya.

“Jaga omongan kamu, ya!”

Candy merarik nafasnya pelan, “Apa yang salah dari ucapan aku? Selain papa yang ga bisa jaga hati papa buat mama dengan baik, dia memang jadi salah satu faktor pendukung, kan. Tetep aja faktanya dia orang ket-”

PLAK.

Belum sempat Candy menyelesaikan kalimatnya, satu tamparan berhasil sampai lagi ke pipi Candy. Candy menelah ludahnya kasar, kali ini ia sudah tidak bisa menahan emosinya lagi.

“Tampar lagi.” ucap Candy.

Kali ini papanya Candy terdiam dengan nafas yang berat karena emosinya juga memuncak.

“TAMPAR AKU LAGI, SEKARANG!”

“Udah puas? Udah puas nampar aku dua kali, di tempat umum kayak ini? Seneng bisa lampiasin emosinya, Pah?”

“Papa harus tau, tujuan aku kesana biar papa bisa tanggung jawab sama anak perempuan papa satu ini. Biar aku bisa ngerasain yang namanya kasih sayang dari seorang ayah, yang gak pernah aku dapetin sedikit pun dari kecil!”

“Aku kesana bukan buat jadi pembantu, Pah. Bukannya aku gak mau bantu. Tapi tujuan aku kesana, bukan buat itu.”

“Sakit hati aku pah, aku juga punya perasaan. Aku juga bisa lemah, aku juga bisa nangis. Aku juga bisa capek, buat ngadepin situasi ini.”

“Papa pikir, dengan denger kabar kalau mama tiri hamil lagi, bikin aku seneng? Papa pikir, liat kalian semua disana tertawa bahagia karna bakal ada adik baru, aku bakal ikut seneng? Engga, Pah! Engga sama sekali. Aku anak perempuan pertama papa aja, papa ga pertanggung jawabin dengan baik, mau punya anak lagi? Hahaha. Kalau gitu aku aja yang pergi.”

Papanya Candy terdiam membisu, mendengar kalimat panjang yang diberikan oleh anaknya itu.

Candy merapikan barang-barangnya dan berdiri lagi,

“Papa, patah hati pertama dan paling menyakitkan dalam hidup aku. Jadi aku mohon, ini terakhir kali nya kita ketemu, Pah. Jangan cari aku lagi.”

Itu, kalimat terakhir yang Candy ucapkan. Sebelum akhirnya meninggalkan papanya, yang terduduk diam dicafe tersebut.

279.

Saat ini Bintang dan Candy sudah berada di mobil dan sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Candy. Sejak masih di sekolah tadi sampai saat ini, notifikasi telfon masih saja masuk.

Bintang sadar akan hal itu, ia berkali-kali melihat Candy menolak panggilan tersebut. Bahkan, sampai Candy mengubah pengaturan hp nya menjadi silent.

“Gak mau coba diangkat?”

Candy hanya menggeleng,

“Siapa tau penting?”

Kali ini Candy tidak menjawab lagi.

Bintang tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, hanya saja ia pikir mungkin saja orang yang menghubungi Candy itu sedang dalam situasi penting.

“Ndy.”

“Hm?”

“Kamu nggak mau buat coba lagi?”

“Coba lagi?”

“Hm, maybe forgive your dad, give him one more chance?”

Lagi-lagi Candy tidak menjawab. Bintang berusaha sebisa mungkin, untuk mengatakan hal yang tidak menyinggung.

I mean, mau gimanapun dia papa kamu, kan? Siapa tau dia berusaha hubungin kamu, karna mau minta maaf?”

Candy menoleh dan menatap Bintang dengan fokus, “Kak.”

“Iya?”

“Maaf, tapi aku ngga suka pembahasan ini.”

264.

Untuk kali ini, Candy yang berniat untuk menghampiri Bintang. Sore ini ia datang ke sekolah setelah ia tau Bintang masih berada disana, untuk menyiapkan ujian praktiknya.

Setelah sampai di sekolah, Candy memarkirkan mobilnya di depan sekolah dan langsung mengabari Bintang, dan Bintang memberitahu kalau ia akan segera selesai.

“Hai.”

Sapa Bintang setelah masuk ke dalam mobil milik Candy dan duduk di kursi depan di samping kursi pengemudi yang diduduki oleh Candy.

“Udah selesai?”

Bintang mengangguk, “Buat hari ini, udah kelar, sih.”

Bintang menarik Candy pelan, dan langsung memeluknya dengan erat.

“Ndy, capek.” keluhnya sambil memeluk Candy, menyembunyikan wajahnya di leher kekasihnya itu.

Candy menepuk pelan punggung Bintang, sesekali mengelus kepala bagian belakangnya,

“Iya iya, aku tau. Ini aku disini, kak.”

Bintang mengangguk, dan mengeratkan pelukannya lagi. Menurut Bintang, pelukan dari Candy benar-benar mengobati rasa lelahnya, setelah semua kesibukannya hari ini.

Pelukan hangat, sekaligus menjadi candu bagi Bintang.

258.

Candy langsung bergegas keluar rumahnya, setelah membaca pesan dari Bintang bahwa kekasihnya itu sudah ada di depan rumahnya.

“Kenapa kesini dulu? Bukannya langsung balik aja, ih. Ini udah malem, kak.”

Bukannya menjawab, Bintang justru tersenyum dan langsung menarik Candy ke dalam pelukannya.

“Bawel banget pacar aku ini.”

Candy memanyunkan bibirnya, dan segera membalas pelukan dari Bintang.

“Ndy, mulai besok aku banyak banget kegiatan, mungkin jarang bisa ketemu kamu. Maaf, ya?”

“Ish, kenapa minta maaf? Aku gapapa kak, nanti aku nemenin kak Bintang dari jauh, hehe”

Mendengar jawaban dari kekasihnya itu membuat Bintang tersenyum tenang.

“Kalau nanti aku minta peluk terus, gapapa?”

“Gapapa! aku kasih peluk yang banyak nanti.”

Candy dapat merasakan lelahnya Bintang, tugas yang banyak, tryout dan persiapan ujian yang datang bersamaan, pasti sangat melelahkan.

250.

“Jadi, nanti setelah lulus, rencananya mau lanjut kemana?”

Bintang, Candy, dan juga mama Candy, saat ini sudah berada di meja makan yang ada di rumah Candy. Sesuai ajakan Candy semalam, hari ini Bintang datang ke rumah Candy untuk ikut sarapan bersama dengan Candy dan mamanya.

Bintang juga sudah meminta izin kepada bundanya, dan bundanya pun tak kalah antusias. Bunda malah menitip salam kepada mama Candy, sekaligus mengajak mamanya Candy untuk bertemu jika ada kesempatan.

“Aku rencananya mau ke Galenta university tante.” Bintang menjawab setelah selesai mengunyah makanan yang masih ada di mulutnya.

Candy yang mendengar itu pun menyaut, “wah, kerennnn.”

“Iya, itu bagus. Rencananya mau ambil jurusan apa memangnya?”

“Kalau untuk itu aku masih bingung antara, arsitektur atau hubungan internasional, kalau ambil hi, mau gak mau aku harus lintas jurusan, kan.”

Mamanya Candy mengangguk paham, “Dipikirin matang-matang ya Nak. Jangan sampai salah jurusan, kan itu buat masa depan kamu.”

“Iya, Tante. Walaupun sedikit takut ga lolos, hehe.”

Candy menatap tajam setelah mendengar jawaban Bintang barusan, “Bisa ih! masuk Galenta high school aja bisa, pasti Galenta univ juga bisa!”

“Amin.” jawab mamanya Candy,

Selanjutnya masih banyak yang mereka bahas, sebelum akhirnya Bintang dan Candy pamit untuk berangkat ke sekolah.

239.

“Jadi, sekarang udah mulai persiapan buat uprak?”

Bintang mengangguk, “Iya, hampir semua mapel ada upraknya, Ndy. Pusing.”

Candy mengambil tangan kiri Bintang, lalu menggenggamnya. sekarang Candy sudah tidak malu-malu lagi jika ingin menggenggam tangan Bintang atau bahkan meminta sebuah pelukan ke Bintang.

“Semangat, ya! Nanti aku temenin terus pokoknya.”

”-kalau yang nanti sore mau latihan di lapangan ini uprak mapel apa?”

“Seni budaya, pentas seni gitu kayaknya, trus endingnya bakal flashmob bareng-bareng.”

Candy yang mendengar itu langsung excited, “Ih, keren dong! Pasti nanti seru.”

“Iya, kalau udah tampil, tapi persiapannya lumayan repot.”

“Gapapa, kan persiapannya sama temen-temen sekelas.”

Selama di perjalanan kali ini lebih banyak Candy yang bercerita tentang banyak hal. Candy tau Bintang sedang sedikit lelah karena tugas yang banyak belum lagi sebentar lagi Bintang akan ada ujian praktik.

Candy tak henti-hentinya mengucapkan hal-hal menyenangkan untuk menyemangati kekasihnya itu.

Sesampai di rumah Candy, Bintang segera keluar dan membukakan pintu mobil bagian kiri tempat dimana Candy berada.

“Nanti mandi dulu, terus makan, kalau sempet istirahat sebentar, ya, kak.”

“Ndy.”

“Hm?”

Bintang tidak menjawab, ia hanya terdiam sambil menatap Candy dalam. Sepertinya Candy paham apa yang dibutuhkan oleh Bintang saat ini, ia segera merentangkan tangannya tanda memperbolehkan Bintang untuk memeluknya.

Senyum Bintang langsung mengembang saat itu juga. Dengan cepat dia mendekat ke arah Candy dan memeluk gadisnya tersebut.

Candy membalas pelukannya tak lupa juga menepuk-nepuk pelan punggung Bintang untuk memberikan ketenangan.

“Capek banget, ya?”

Bintang mengangguk,

“Nanti pasti sibuk banget, kan? Kalau butuh peluk bilang aku, ya. Nanti aku kasih peluk yang lamaaaaa banget.”

235.

Setelah jam pelajaran kedua Candy selesai, Candy langsung keluar kelasnya untuk mencari Bintang. Ia menghampiri ruang kelas Bintang, namun disana sudah kosong karna jam tryout kelas 12 sudah selesai. Ia juga mendapat kabar kalau di tempat biasanya Bintang berkumpul dengan teman-teman satu tongkrongannya pun, tidak ada Bintang.

Candy berusaha berpikir positif, mungkin Bintang ada urusan tapi lupa mengabarinya. Ia berniat kembali ke kelasnya, saat melewati perpustakaan langkahnya terhenti.

“Perpustakaan? Masa iya? Tapi dia ngapain?”

Candy bermonolog sebentar, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengecek ruang perpustakaan tersebut. Setelah masuk, ia langsung menulis nama di daftar pengunjung perpustakaan, dan benar saja ada nama Bintang disana.

Candy berjalan dengan cepat menyusuri setiap sisi yang ada di perpustakaan itu,

gotcha.”

Bintang berada di salah satu meja yang ada di bagian pojok perpustakaan, dan benar saja dia sedang tidur.

Candy menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah pacarnya yang satu ini, ada-ada saja.

Selama lima belas menit, Candy diam dan duduk di kursi yang ada di samping Bintang. Ia menopang wajahnya dengan tangannya sambil menatap Bintang, sampai akhirnya Bintang terbangun dengan wajah mengantuknya itu.

“Kok kamu disini?”

Candy memutar matanya, “Kak Bintang tau gak udah bikin semua orang panik karna tiba-tiba hilang?”

“Loh, kan aku cuma tidur disini.”

“Ya tetep aja! Tuh liat hp kak Bintang ada berapa banyak notif yang masuk.”

Mendengar itu, Bintang segera menyalakan hpnya, benar saja ada ratusan notif dari sahabatnya, adiknya, dan bahkan bundanya. Bintang terkekeh pelan,

“Ah, ini mah mereka yang lebay.”

“Pengen aku pukul.”

“hehe, jangan dong.”

Candy membiarkan Bintang menjawab pesan pesan yang masuk terlebih dahulu, terlebih lagi bundanya Bintang.

“Udah selesai kan tonya? Pulang gih.”

Bintang menggeleng pelan, “Gak, kan mau pulang bareng.”

“Gak usah aneh-aneh, aku masih ada kelas satu lagi.”

“Ya, biarin.”

“Kak.”

Bintang menghela nafasnya, “Iya iya, tapi peluk dulu.”

“Kak, ini di perpustakaan sekolah!”

215.

Bintang sudah berada di depan kelas Candy yaitu 11 IPA 4. Tadinya ia berniat untuk masuk dan memanggil Candy sendiri. Namun, ia mengurungkan niatnya setelah melihat Edwin, teman sekelas Candy yang kebetulan ia kenal.

“Edwin”

“Eh, iya kak?”

“Gak usah panggil kak, santai aja. Kayak sama siapa aja lo. Minta tolong panggil Candy dong, gue tadi udah imess, tapi dia belum keluar.”

Edwin, orang yang dimaksud oleh Bintang pun mengangguk, ia masuk ke dalam kelas, dan..

“CANDY DI CARIIN KAK BINTANG TUH DILUAR.”

Ia malah berteriak memanggil Candy membuat kelas seketika menjadi gaduh. Tak habis-habisnya menggoda Candy, karena ia dijemput pacarnya langsung ke kelasnya. Sedangkan candy sendiri berusaha menutupi rasa malunya, karena panggilan dari Edwin itu.

Candy langsung bergegas keluar kelas dan menemui Bintang,

“Kak bintang, ih! Itu Edwinnya malah teriak-teriak.” ucap Candy dengan sedikit cemberut, karena masih malu dengan kejadian di kelas tadi, sedangkan Bintang hanya terkekeh.

“Ndy, mau makan apa?” tanya Bintang setelah sampai di kantin. Ia menyuruh Candy untuk duduk saja, biar dia yang memesan makanannya.

“Indomie.”

“Gak.”

“Ih! Tadi nanyain mau apa. Aku mau indomie, pake telur ya kak.”

“Kamu kan belum makan dari pagi.”

“Ih, tapi mau Indomie.”

Bintang menghela nafasnya pelan, “Yaudah, nanti pulang sekolah kita makan siang bareng, ya? Harus makan nasi.”

Ay ay captain!” balas Candy sebelum akhirnya Bintang pergi untuk memesan makanan yang ia sebutkan tadi.

“Susah ya kalo orang lagi kasmaran, di kantin sekolah aja masih sempet-sempetnya bucin.”

Clara datang dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, setelah melihat langsung percakapan Bintang dan Candy. Ia pun menghampiri Candy dan duduk di sampingnya.

“Eh, hai, kak.”

Sesuai permintaan Bintang, Clara datang ke kantin hanya sekedar untuk menemani Candy. Clara paham situasi Candy, pasti malu jika harus sendirian menghampiri Bintang di kantin apalagi banyak teman-teman Bintang juga yang masih nongkrong di kantin tersebut.

203.

Kurang lebih sudah lima belas menit Candy menangis di pelukan Bintang, sebelum akhirnya ia mulai berhenti menangis.

Candy melonggarkan pelukannya, menunduk sambil mengusap matanya. Ia rasa wajahnya benar-benar berantakan setelah menangis dari tadi. Ia berusaha menyelesaikan pembahasannya tadi, namun kali ini ia berbicara sambil menunduk, ia tak berani untuk menatap Bintang.

“Intinya sekarang aku udah sama mama, aku ninggalin mereka semua. Sebisa mungkin aku lost contact dari mereka. Walau kadang tetep aja ada cara mereka buat cari aku. Tiap salah satu dari mereka berusaha cari aku, rasanya luka lama nya muncul lagi kak. Dada aku sakit, sesek lagi tiap kali keinget diri aku selama tinggal disana dulu.”

Bintang tak merespon apapun dari kalimat terakhir yang Candy ucapkan, ia mengangkat pelan dagu Candy, menangkup pipi kekasihnya dengan kedua tangannya itu, lalu mengusap sisa air mata yang masih menempel di wajah Candy.

“Candy”

Candy menatap Bintang tanpa menjawab apapun,

“Aku sayang kamu.” kalimat singkat yang diucapkan Bintang sebelum akhirnya ia menarik gadisnya ke dalam pelukannya lagi.

“Aku minta maaf. Maaf, karna aku, kamu jadi harus keluarin luka lama kamu kaya gini. Maaf, gak seharusnya aku minta kamu buat ngelakuin ini.”

Candy menggeleng pelan dan membalas pelukan Bintang dengan erat, “Aku gapapa kak, aku yang punya pilihan buat cerita semua ini ke kak Bintang.”

Bintang tersenyum tipis dan mengusap kepala candy, “Udah, ya? Udahan nangisnya. Aku ikut ngerasain sakit yang kamu rasain, tiap kamu nangis kaya gini, Ndy.”

199.

Selama di rumah Bintang, Candy lebih banyak di lantai bawah atau di ruang keluarga yang dimiliki Bintang itu. Candy terlihat asik berbincang dengan bundanya. Bintang tidak berniat mengganggu, ia rasa Candy dan bundanya sedang membahas sesuatu yang memang hanya dipahami oleh perempuan.

Bintang memilih untuk diam di kamarnya, membuka ipadnya sambil belajar. Dari sekian banyak kegiatan yang bisa ia lakukan untuk mengisi waktu bosannya, anehnya Bintang justru memilih untuk membuka pelajaran yang ada di ipadnya.

tok tok tok.

Suara ketukan pintu kamar Bintang, membuat Bintang menoleh ke arah suara tersebut.

“Masuk aja, gak dikunci kok.”

Setelah jawaban Bintang, dapat dilihat pintu kamarnya terbuka. Ternyata yang masuk adalah Candy.

Candy tersenyum tipis saat melihat Bintang, kekasihnya itu sedang duduk di jasurnya dan menyenderkan badannya. Candy mendekat ke arah Bintang, dan ikut duduk di kasur. Ia melihat ke arah ipad yang ada di tangan Bintang, sudah ia tebak isinya hanya berbagai materi yang Candy tak paham itu materi apa.

“Kak.”

“Hm?” jawab Bintang tanpa menoleh.

“Aku boleh peluk?”

Pertanyaan ini yang berhasil membuat pandangan Bintang teralih dari ipadnya dan menatap Candy. Bintang mengangguk pelan dan merentangkan tangannya.

Candy mendekat ke arah Bintang, ia memeluk Bintang dari samping sedangkan, Bintang mengusap pelan gadisnya itu.

Tak ada suara dari mereka, hingga Bintang akhirnya kembali memfokuskan pikirannya membaca materi yang ada di ipadnya itu.

“Mama sama papa aku udah pisah dari aku kecil.”

Satu kalimat itu membuat Bintang terdiam membeku,

“Jangan tatap aku kak, liat ke depan aja.” Bintang paham dengan yang dimaksud oleh Candy, ia mengangguk pelan tanpa berniat menjawab lagi.

Candy menarik nafas yang panjang, sebelum akhirnya ia bersuara lagi, “Mama papa aku udah pisah dari aku kecil. Waktu mereka pisah, aku dibawa sama kakek nenek aku ke kampung. Gak ketemu mereka berdua selama beberapa bulan. Setelah itu mama dateng, tapi dia sendiri kak, gak sama papa. Dulu aku masih kecil, jadi aku gak tau apa—apa dan aku gak berani tanya apa-apa juga. Aku masih punya pemikiran, kalau mereka masih punya hubungan yang baik-baik aja walaupun sekarang gak bareng lagi.”

Bintang mengeratkan tangan kanannya untuk memeluk Candy, sambil mengusap pelan kepalanya.

“Aku ketemu papa lagi setelah aku mau masuk smp. Ternyata papa nikah lagi, dan udah punya tiga anak. Aku liat keluarga baru papa kak. Lagi-lagi, aku gak berani tanya apapun, apalagi ke mama. Aku tau banyak hal yang mama simpen sendiri, bukan karna dia gak mau berbagi masalah sama aku, tapi dia gak mau aku sedih.”

“Aku jarang komunikasi sama papa kak. Selain karna aku bukan tipe orang yang terbuka sama sekitar, aku juga orangnya gak pinter buat ngomong, atau bahkan sekedar tanya kabar. Dan papa juga ternyata orangnya termasuk cuek. Entah emang cuek sama aku atau gimana, aku gak tau juga.”

“Dari kecil mama yang selalu biayain hidup aku, kalau mau perbandingan mungkin satu persen aja papa gak bertanggung jawab tentang itu.”

“Kelas dua smp, aku kepikiran buat coba tinggal sama papa. Alasan aku cuman dua kak, satu aku mau dia tanggung jawab sama anaknya yang satu ini, dan yang kedua aku pengen banget ngerasain yang namanya kasih sayang dari papa. Aku gak pernah dapetin itu dari kecil, kak.”

Jari-jari tangan Candy mengusap wajahnya pelan. Candy berusaha sebisa mungkin agar air matanya tidak keluar di depan pacarnya ini,

“Dugaan aku salah. Aku yang biasanya jadi anak tunggal. Setelah tinggal sama papa kaget karna tiba-tiba punya tanggung jawab jadi anak pertama, yang harus jadi contoh yang baik buat adik-adiknya.”

“Kalau aku boleh jujur, aku disana gak pernah bahagia, kak. Tiap malem aku nangis di kamar, nangis sekenceng mungkin. Tapi sekuat mungkin aku tahan, supaya suara tangisan aku gak kedengeran. Disana aku gak dapet apa-apa kak, ia dia biayain hidup aku. Tapi gak bersikap kalau aku emang tanggug jawab dia, disana aku lebih dibuat supaya aku ngerasa kalo aku tuh beban buat mereka.”

“Aku tiga tahun disana, tiga tahun berturut-turut juga aku selalu masuk rumah sakit dengan berbagai alasan. Kecapean, banyak pikiran, tipes, radang usus karna makan sembarangan dan gak teratur. Dan kak Bintang tau, bahkan biaya aku masuk rumah sakit aja bukan papa yang bayar kak, tapi mama. Bahkan biaya aku buat sekolah aja, papa selalu perhitungan entah ke aku atau ke mama.”

“Kak Bintang pasti mikir, kalo gitu kenapa gak pindah lagi aja ke mama, kan? Aku coba buat nahan diri kak, aku coba buat kuatin diri aku sendiri, aku gak pernah ngeluh apapun ke mama, bahkan aku ga bilang kalo aku sebenernya gak bahagia. Aku masih yakin, nanti papa bakal sadar kalau ada aku disini, ada aku yang butuh tanggung jawab dia sebagai seorang ayah, dan ada aku yang butuh kasih sayang dari dia.”

“Tahun kemarin, pertahanan aku runtuh kak. Pertahanan aku bener-bener hancur se hancur-hancurnya, setelah aku tau istrinya hamil lagi. Dipikiran aku, aku anak pertama udah sma dan bentar lagi kuliah aja, dia ga bisa jalanin tanggung jawabnya dengan baik, dan dia malah punya anak lagi kak.”

Kali ini Candy tidak bisa menahan air matanya lagi,

“Aku sakit kak, hati aku sakit banget liat keluarga mereka tertawa bahagia waktu denger kabar kalau istrinya papa hamil lagi. Tiga hari aku diem di kamar aku, aku nangis tiap malem. Gak bisa ngebayangin lagi gimana aku kedepannya kalau aku disini terus. Kak, aku jahat ya? Aku jahat ya, karna ga ikut bahagia liat mereka?”

Kali ini Candy menangis dengan kencang, ia tak mampu lagi melanjutkan ceritanya. Bintang melepas ipad di tangannya, dan langsung memeluk Candy dengan erat.

“Sstt, udah udah. Gapapa, Candy kamu gak jahat.” ucap Bintang merusaha menenangkan gadis kesayangannya yang sedang menangis itu.

Bintang tak tau harus berbuat apa lagi selain berusaha menenangkan gadisnya. Semakin ia berbicara, justu semakin kencang tangisan Candy yang keluar. Sehingga Bintang memilih untuk tetap memeluk Candy dengan erat, membiarkan gadisnya untuk menangis sampai ia merasa lega.