archivecapella

069.

Candy pov.

Gue sama Vanya sekarang lagi nikmatin waktu hangout kita, melepas penat setelah lima hari full ujian. Kalau ditanya panik nggak sih mikirin hasil ujiannya? Jawaban gue nggak sama sekali. Karna selama ujian, gue tipe yang datang, kerjakan, lupakan, hehe. Bukan berarti gue nggak peduli sama nilai gue ya. Cuma ya, gue udah usaha sebisa gue, jadi hasilnya pasti sesuai sama usaha gue. Koreksi ditambah bantuan Bintang, hahaha.

Vanya tadi ngajakin gue buat mampir ke toko aksesoris, kita ngeliat barang-barang lucu, sesekali juga kita mutusin buat beli barang yang sama. Sebenarnya sebelum sampai disini, kita udah beli barang yang sama juga dari tempat sebelumnya, tapi ya yang kali ini gak kalah lucu, makanya kita beli juga.

Setelah keliling mall sambil lihat-lihat, sesekali juga beli sih. Kita mutusin buat ke Gramedia. sudah bisa di tebak tujuan pertama kita adalah tempat novel, hahaha. Gue dan Vanya tipe yang sedikit beda, Vanya kurang suka baca sesuatu yang full tulisan, sedangkan gue gapapa banget selama itu novel, apalagi kalau ceritanya romance.

Di Gramedia, kita langsung ke tempat bagian novel, lihat-lihat novel yang dipajang di bagian depan. Katanya sih, kalau di bagian depan gini karena novelnya banyak yang cari. Gue mulai lihat-lihat bukunya, sambil baca blurb yang ada di belakang novel itu.

Tiba-tiba Vanya manggil gue seolah dia kaget liat sesuatu. “Ndy!”

“Kenapa?”

“Jangan panik, ya?” denger Vanya bilang kayak gitu justru malah bikin gue jadi deg-degan.

“Kenapa, Nya?”

“Nengok kebelakang, arah jarum jam lima dari pandangan lo sekarang. Ada Bintang!”

deg.

Dengan hati-hati gue noleh ke arah yang dibilang Vanya tadi, “oh shit.”

Bener aja, ada Bintang yang baru aja masuk Gramedia tempat gue berada sekarang. Tapi kali ini dia gak sendiri, di sebelah kanannya ada bapak-bapak yang gue yakin itu bokapnya Bintang, sedangkan sebelah kirinya ada satu cowo yang keliatan lebih muda dari dia. Ah iya, itu adiknya Bintang yang sekarang ada di kelas sepuluh di sekolah yang sama dengan gue.

Jantung gue langsung bekerja dengan keras sekarang, gue gak nyangka bisa secara kebetulan ketemu bintang di tempat seperti ini. Pasalnya, selama hampir dua tahun gue suka sama dia, belum pernah sekalipun secara gak sengaja ketemu dia di tempat umum selain di sekolah.

Dengan outfit kasualnya, dia cuma pakai kaos biasa, celana jeans hitam selutut, ditambah dengan slides adidasnya itu, ia berjalan memasuki area Gramedia. Gue gak bisa ngalihin pandangan gue sekarang, bener-bener cuma bisa membeku.

Gue pikir dia gak akan lihat gue disini, ternyata perkiraan gue salah. Dia lihat gue, dan dia...

DIA NYAPA GUE! Dengan wajah excitednya setelah dia lihat gue, dia langsung lambain tangannya dengan semangat sambil manggil gue tanpa peduli dua orang di sampingnya itu bingung melihat tingkahnya.

Gue yang dari tadi cuma bisa diem pun berusaha senyum dan nyapa dia juga sambil ngelambain tangan ke arah dia.

“Fak, dia gemes banget.” Gue cuma bisa ngomong ini pelan supaya gak ada yang denger, tapi gue rasa Vanya bisa denger dan dia nahan ketawa sekarang.

Sebelum langkah mereka ngejauh, gue sempet eye contact juga sama adiknya dan bokapnya mungkin, gue senyum sambil sedikit nundukin badan tanda gue emang nyapa orang yang jauh lebih dewasa dari gue.

“Pfftt, HAHAHAHA. Muka lo kaku banget sih, Ndy.” Vanya berhasil ngetawain gue yang masih membeku, bahkan saat Bintang udah nggak kelihatan lagi.

“Nya.”

“Hm?”

“Dia gemes banget, mau teriak sekarang!”

064.

Sejak ujian petama tadi pagi, sampai ujian terakhir hari ini, Candy berkali-kali sadar kalau Bintang sedang memperhatikannya. Tentu saja hal itu membuatnya sedikit bedebar, namun dengan pintarnya Candy menutupi diri dia yang sedang salah tingkah itu.

Ini kesekalian kalinya ia memergoki Bintang sedang menatapnya, dengan berusaha memberanikan diri Candy menoleh ke arah Bintang dengan tatapan bertanya.

“Lo kenapa?” tanya Bintang tanpa suara, namun Candy paham dengan gerakan mulut Bintang, ia pun menggeleng pelan.

“Serius?” Candy mengangguk.

“Udah kelar kerjain soalnya?” lagi-lagi Bintang bertanya kepada Candy, dan dijawab gelengan oleh gadis di seberang nya itu.

“Sini gue bantu, mau liat nomor berapa?” tanpa sadar Candy langsung menampilkan senyumnya, ia pun langsung mengatakan bagian yang mana yang belum terisi olehnya. Bintang menoleh kearah sampingnya, melihat jawaban yang dikerjakan oleh orang yang disampingnya lalu diam-diam memberitahukan jawabannya kepada Candy.

Candy hanya bisa terkekeh pelan sambil mengisi lembar jawabannya yang masih sedikit kosong. Bintang memberikan kode kalau baru itu yang sudah terisi oleh orang di sampingnya, dan Candy mengangguk paham.

Tak lama setelah itu, Bintang mengikuti teman-temannya yang lain mengumpulkan lembar jawabannya. Beberapa orang sudah mulai keluar dari ruangan itu. Namun, berbeda dengan Bintang, ia kembali duduk di tempatnya, memiringkan posisi duduknya menghadap ke arah Candy. Ternyata ia sedang menunggu Candy, siapa tau Candy masih membutuhkan bantuannya untuk melihat jawaban orang di sampingnya.

“Udah selesai belum? Nomor berapa lagi?” tanya Bintang lagi tanpa suara.

Candy mengangguk, “Udah kok, udah semua.”

“Yaudah, kumpulin dong?”

“Nanti aja. Tunggu yang lain kumpulin, baru gue ngikut.”

Bintang mengangguk paham, ia membereskan barang-barangnya yang ada di meja, memakai jaket jeans kesayangannya itu sebelum akhirnya berdiri berniat untuk keluar ruangan tersebut.

Bukannya langsung keluar, ia justru menghampiri tempat Candy terlebih dahulu, dan mengajak Candy untuk saling ber tos, “Kalo gitu gue duluan. Makasih ya, Candy.”

Gadis yang menjadi tujuannya itu terlihat berusaha menampilkan senyumnya. Sambil ber tos dengan Bintang, Candy mengangguk, “Makasih juga ya, kak.”

Ia melihat Bintang keluar dari ruang tersebut, senyumnya lagi-lagi meluntur. “Makasih buat lima harinya, kak.” ucap Candy dalam batinnya.

062.

Jam setengah tujuh pagi ini, Candy sudah berada di sekolah. Namun, berbeda dari biasanya, kali ini Candy tidak terlihat cerah dan tidak bersemangat.

Vanya baru saja sampai di sekolah. Setelah menaruh tas di tempat duduknya, ia langsung menghampiri Candy. Sadar ada yang aneh dengan Candy, ia pun terbingung.

“Ini anak kenapa ya? Perasaan biasanya happy-happy aja.” ucap Vanya dalam batinnya sebelum akhirnya ia duduk di depan Candy.

“Heh, muka lo kenapa ditekuk kayak gitu?”

Bukannya menjawab, Candy malah semakin menunjukkan wajah sedihnya, lalu menghela nafasnya panjang.

“Belum sarapan? Tadi kepleset di jalan? Atau kenapa?” Candy menggeleng.

“Ini hari terakhir, Nya.”

“Terus?”

“Nanti gak ketemu Bintang lagi.”

“Anjing.”

”-gue pikir lo kenapa Ndy, astaga gue udah panik.” tak berniat menjawab Candy menyenderkan kepalanya ke meja dengan tumpuan tangannya.

“Udah gausah sedih gitu, nanti kan pasti ketemu lagi.”

“Tapi kan ga sesering seminggu ini, huhu.”

“Bucin banget lo Ndy, asli.”

“Yaudah, lo bucin juga biar ngerasain nya.”

“Gak. Dari pada sedih, mending pulang sekolah kita ngemall bareng.”

“Pulang dulu atau nggak?”

“Pulang dulu aja, ganti baju, dandan yang cakep!” Candy mengangguk

Tak lama setelah itu Bintang terlihat baru saja sampai dan memasuki ruang ujiannya, biasanya saat sampai ia melihat Candy yang tersenyum ke arahnya sambil mereka saling sapa satu sama lain. Namun kali ini Bintang merenyit heran melihat Candy yang terlihat tidak bersemangat.

“Dia kenapa?”

059.

Ujian yang menjadi penutup untuk hari ini adalah seni budaya, sedangkan kelas Bintang ujian biologi. Bisa dibilang menyebalkan karena biologi termasuk mata pelajaran yang berat, sedangkan ini sudah berada di jam terakhir.

Candy mengerjakan ujiannya dengan senyum yang masih berkembang di bibirnya. Ia tidak hentinya tersenyum setelah melihat crush nya memiliki kotak pencil yang ternyata berwarna merah dan bernotif Mickey Mouse. Candy tidak merasa Bintang aneh, hanya saya ia heran, kenapa Bintang ternyata serandom itu.

Sesekali ia mencuri pandang ke sampingnya, melihat Bintang yang sedang mengejakan ujiannya, sambil tersenyum melihat kotak pensil yang ada di depan Bintang itu.

Tak lama setelah itu, Bintang menoleh kearahnya, membuat Candy sedikit terkejut, ia takut jika ketahuan memperhatikan Bintang.

Bintang memiringkan badannya dan melihat ke arah Candy, “Candy, gue pinjem penggaris dong, ada gak?”

Suaranya sangat pelan, namun Candy paham dengan yang dimaksud oleh Bintang. iapun membuka kotak pensilnya mencari penggaris 15cm yang selalu ada di tempat tersebut. Setelah itu, ia langsung memberikannya kepada orang yang ada diserong kanannya itu.

“Gue pinjem dulu, ya?” katanya.

Candy mengangguk “Iya, santai aja. Pake aja dulu sampe kelar kak.”

Setelah itu Bintang kembali fokus dengan ujiannya, sedangkan Candy hanya diam sambil melihat sekitarnya karna memang ujian miliknya sudah selesai. Sesekali temannya menanyakan jawaban kepadanya, dan dengan senang hati pun ia membantu menjawabnya. Bukan karna Candy baik membagi-bagikan jawabannya, namun menurutnya, “Selama nanyanya gak kurang ajar, ya gue bantu aja.”

Maksudnya, selama ia menanyakan yang sewajarnya, dan selama Candy bisa membantu ia akan membantu. Toh, saat candy juga sering bertanya dengan teman teman sekitarnya.

Melihat beberapa temannya sudah mulai mengumpulkan lembar jawaban ujiannya, Candy juga memutuskan untuk mengumpulkannya. Ia merapikan barang-barangnya, ia melihat kearah Bintang yang masih mengerjakan ujiannya, dan masing menggunakan penggarisnya. Tidak berniat memintanya, ia pun membiarkan Bintang meminjamnya sampai ujiannya selesai, lalu keluar dari ruang ujiannya itu.


Candy masih berada di depan ruang ujiannya karna masih menunggu Vanya sahabatnya, yang sepertinya belum selesai, atau mungkin sedang membantu yang lain. Namun tak lama setelah itu, justru Bintang yang keluar dari ruangan itu.

“GANTENG BANGET!!!” teriak Candy dalam batinnya saat melihat Bintang keluar dari ruang ujiannya mengenakan jaket jeans yang sering Bintang pakai itu.

Bintang mengampiri Candy, lalu terdiam sebentar di depan Candy. “Oh iya, bentar ya.” katanya sambil mengambil sesuatu di tasnya.

Sedetik kemudian, Candy tidak bisa menahan tawanya saat melihat Bintang dengan pedenya mengeluarkan kotak pensil Mickey Mouse yang sudah membuatnya tersenyum sejak pagi.

“Kenapa ketawa?”

“Ya itu, kok bisa sih lo punya kotak pensil gitu kak?”

“Ya emangnya kenapa? keren gini loh kotak pensil gue. Cocok sama gue yang ganteng gini?” Bintang semakin memamerkan barang ada ditangannya itu.

“Pede banget lo kak.”

“Apanya? Yang kotak pensil gue keren atau yang gue ganteng?” tanyanya semakin kepedean. Candy hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Tak lama setelah itu, Bintang memberikan penggaris yang sebelumnya ia pinjam ke Candy itu.

“Nih, makasih ya Candy.”

Candy menerima penggaris itu dan mengangguk pelan “Dibilangin santai aja kak. Ini penggaris emang ada di kotak pensil gue terus kok, kalau mau pinjem bilang aja.”

Bintang mengangguk dengan mantap, “Iya, sip.”

”-oh iya, lo pulang sama siapa?”

“Dijemput kak. Tapi ini lagi nunggu Vanya, biar keluar bareng.”

Bintang yang paham pun hanya ber oh ria “Kalo gitu gue duluan ya, nanti hati-hati pulangnya.”

“Iya, lo juga kak, hati-hati.” Mereka sempat ber tos ria sebelum akhirnya Bintang meninggalkan Candy untuk keluar sekolahnya itu.

044.

Sesuai dengan rencana Candy dan Bintang, mereka benar-benar saling membantu. Bintang sering diam-diam berdiskusi dengan Candy untuk menanyakan jawaban temannya yang posisinya berada di samping Candy. Begitu pula dengan Candy. Mengingat ujian kali ini fisika, Candy pun sebisa mungkin memanfaatkannya untuk menanyakan jawaban temannya yang posisinya berada disamping Bintang.

Rencana mereka berhasil sampai ujian pertama selesai. Bintang mengumpulkanya terlebih dahulu dan Candy menyusul mengumpulkan lembar jawabannya saat ia melihat teman-temannya sudah ramai mengumpulkan juga.

Setelah ujian pertama selesai, mereka semua melanjutkannya dengan beristirahat. Kali ini Candy enggan keluar walau hanya untuk sekedar ke kantin. Otaknya sudah seperti pecah, setelah mengerjakan ujian fisikanya tadi.

Candy memiliih duduk di tempatnya, lalu teman-teman sekelasnya pun menghampirinya. Mereka menghabiskan waktu istirahatnya untuk memakan bekal atau sekedar mengobrol untuk membicarakan berbagai hal.

Saat mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba saja Bintang memasuki ruang ujiannya dan datang menghampiri Candy. Sudah bisa ditebak, bagaimana reaksi jantung Candy saat melihat kehadiran crushnya itu.

Bintang datang dengan membawakan satu botol minuman, dan memberikannya kepada Candy. Candy yang menerima perlakuan itu pun hanya menatap Bintang bingung.

“Buat lo, tadi gue ga liat lo di kantin. Kebetulan tadi gue juga beli minuman, yaudah sekalian aja satu lagi buat lo.” Candy hanya menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan orang yang ada di depannya itu.

“Btw, tadi kita kece banget nggak sih?” ucap Bintang sambil mengajak Candy untuk ber tos ria, sedangkan Candy tertawa sambil membalas tos tersebut.

“Ya iyalah, gue mah jago kak.”

“Emang tadi tuh ujiannya susah, ya?”

Candy mengangguk dengan cepat, “Bangetttt. Apalagi fisika, kalo ga dibantu kayaknya gue gak tau mau ngisi apa di lembar jawaban gue kak.”

“Hahaha. Bagus, kita kan saling membantu. Eh, tapi gausah ngomong ngomong, rahasia berdua ya ini?”

“Santai aja sama gue kak, semua aman.” Candy mengacungkan jempolnya sebelum Bintang pamit keluar kelas untuk menghampiri temannya lagi.

Saat Bintang sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya, Candy masih terdiam lalu memandang minuman yang ia dapat dari Bintang itu, tanpa sadar ia tersenyum tipis. Namun, dengan cepat ia menyadarkan dirinya, karna disitu masih banyak teman-temannya yang ternyata dari tadi memperhatikannya.

“Kok lo bisa deket sama Bintang, Ndy?” celetuk Zea, teman sekelas Candy, sekaligus termasuk murid yang hits di kelas dan juga di sekolahnya. Mereka memang akrab, namun hanya sekedar sebagai teman sekelas saja, bukan untuk menjadi teman yang sangat dekat. Menurut Candy, ia tidak akan cocok jika bersahabat dengan mereka.

Candy menoleh ke arah temannya yang memberikan pertanyaan itu, lalu terkekeh “Oh, kak Bintang?”

“Iya.”

“Ya gitu, biasa aja sih. Soalnya gue sama dia saling ngebantu, kalo dia ada urusan sama kak Clara gue yang bantu panggilin. Gitu-gitu deh.”

“Oh, gitu.”

“Kenapa emangnya?”

“Gapapa, kan dia yang biasanya jadi omongan kelas kita dulu.”

“Oh, jadi cowo ipa empat yang dulu sering dibahas anak-anak kelas kita itu dia?”

“Iya. Lo baru tau, Ndy?”

Candy mengangguk, “Gue pikir orang lain.”

“Ternyata, Bintang banyak dimongin juga ya.” batin Candy

042.

Seperti biasanya, sebelum bel berbunyi, Candy sudah sampai di sekolahnya. Bukan karena ia rajin, tapi karena sedang ujian, mau tidak mau ia harus datang lebih cepat. Berbeda dari hari biasanya, Candy lebih sering datang ke sekolah diwaktu yang mepet dengan bel sekolah.

Saat memasuki ruang ujiannya, Candy sedikit terkejut mendapat Bintang sedang tidur di kursi miliknya.

“Asupan pagi gue indah banget astaga.” ucap Candy dalam batinnya.

Melihat Bintang yang sepertinya benar-benar tertidur, Candy memilh untuk membiarkannya. Ia menaruh tas di samping mejanya lalu duduk di tempat duduk Bintang, karena kebetulan teman-temannya sedang berkumpul disitu dan kursi yang masih kosong adalah kursi yang Bintang duduki selama ujian ini.

Candy dan teman-temannya memilih untuk sekedar ngobrol, membahas sedikit materi yang mungkin saja akan masuk di ujian fisika hari ini.

Sejujurnya Candy benar-benar tidak paham dengan mata pelajaran fisika. Entah lah, menurutnya, pelajaran itu benar-benar hanya menambah beban pikirannya saja. Alhasil, ia hanya diam sambil memperhatikan contoh soal yang sedang dibahas temannya itu, sedangkan yang lain ikut berdiskusi membahas jawaban yang benar atau salah.

kringgg...

Bel tanda ujian akan segera dimulai sudah berbunyi, teman-teman Candy mulai kembali ke tempatnya masing-masing. Ada juga yang keluar ruangan, karna memang ruangan mereka sebenarnya ada di ruang 11.

Candy menoleh ke arah mejanya, disana Bintang masih tertidur di tempat Candy. “Pengawas belum dateng, biarin dulu aja kali ya?” Candy bermonolog sambil memperhatikan Bintang yang masih nyaman dengan posisinya itu.

Namun ternyata itu hanya bertahan beberapa detik, sampai Clara menyadari, kalau Candy belum ada di sampingnya dan malah ada Bintang.

“Heh, bangun! Ngaco banget lo masih pagi udah tidur.” ucapnya sambil memukul punggung Bintang dan Candy hanya bisa tertawa melihat kedua orang tersebut.

Mau tidak mau, akhirnya Bintang terbangun dari tidurnya. Dengan wajahnya yang masih terlihat mengantuk, ia bangun dari tempat duduknya dan menuju ketempat asalnya, begitu pula dengan Candy.

Candy berusaha untuk terlihat biasa saja, sampai saat Bintang melewatinya dan tersenyum dengan wajah ngantuknya itu kepadanya. “Hehe, sorry ya. Tempat lo enak banget buat tidur soalnya.”

029.

“Oke, ini mapel terakhir buat hari ini, semangat Candy!” batin Candy yang berusaha menyemangati dirinya sendiri. Sejujurnya, ia sudah sangat mengantuk sekarang. Jam disiang hari, ditambah ruangan ber ac ini seolah mendukung rasa ngantuk Candy ini.

Candy berusaha menyelesaikan ujiannya itu dengan segera, agar setelah itu, ia bisa bersantai sampai waktu yang ditentukan selesai. Berbeda dengan orang yang ada di seberangnya itu yang memilih tidur terlebih dahulu, baru mengerjakan soal ujiannya.

Candy merapikan kertasnya yang sudah selesai ia kerjakan itu. Ia mencari posisi nyaman lalu menyandarkan kepalanya di lengannya yang sudah ada di atas meja tersebut. Baru beberapa menit ia asik dengan lamunannya, ia tersadar bahwa Bintang sedang memandanginya.

Sudah dua kali untuk hari ini, dan dua-duanya Candy berhasil menangkap basah kelakuan crushnya itu. Mendadak Candy berasa deg-degan, namun dia berusaha untuk tetap terlihat tenang.

Candy kembali duduk tegak, berubah dari posisinya yang sebelumnya. Ia berusaha menoleh kearah Bintang juga, yang secara tak langsung mereka sedang bertatapan saat ini.

“Aku?” tanya Candy ke arah Bintang tanpa suara, dan ternyata dijawab anggukan oleh lelaki tersebut.

“Oke, calm down Candy, kalem-kalem.” batin Candy.

Candy bertanya lagi tanpa suara, “Kenapa kak?” Bintang menggeleng kepalanya pelan, lalu kembali menghadap kesoal yang ada di depannya itu.

“Kok...”

Beberapa saat kemudian Bintang kembali menoleh kearahnya, dan Candy kembali menatap bingung ke arah Bintang.

Ternyata kali ini Bintang memberi kode kepada Candy untuk memanggil orang yang ada di sebelahnya, tentu saja itu Clara, teman sebangkunya. Candy yang paham pun mengangguk, lalu sedikit menyenggol orang yang ada di sampingnya itu.

“Kak, dipanggil Kak bintang.” ucapnya dengan suara yang sangat pelan.

Orang yang dimaksud pun menoleh ke arah Bintang. Benar saja, Bintang ingin menanyakan jawaban ke Clara. Mengetahui hal itu, Clara hanya menatap sinis ke arah Bintang. Namun, pada akhirnya ia tetap menulis sesuatu dikertas kecilnya, mungkin untuk diberikan kepada Bintang.

“Candy, tolong kasih ini ke Bintang dong. Bisa, nggak?” ucap clara yang meminta tolong kepada Candy, tentu saja Candy mengangguk. Ia mengambil kertas tersebut lalu dengan sangat mulus ia berhasil memberikan kertas tersebut kepada Bintang.

Candy melihat Bintang yang segera menulis jawaban yang diberikan Clara itu di lembar jawabannya, setelah selesai ia dan teman teman sekelasnya pun langsung mengumpulkan lembar jawabannya. Sedangkan Candy, memilih untuk menunggu terlebih dahulu karena teman-temannya juga masih asik berdiskusi.

Bintang merapikan barang-barangnya, lalu menoleh lagi ke arah Candy.

“Makasih, ya.” ucap Bintang dengan pelan namun masih bisa terdengar oleh Candy. Candy pun hanya menjawab dengan anggukan dan sebuah acungan jempol, tanda hal tersebut merupakan hal yang biasa.

“Gue duluan.” ucapnya lagi ke arah Candy, sebelum akhirnya ia meninggalkan ruang ujiannya tersebut.

018.

Pukul tujuh kurang lima belas menit pagi, Candy sudah sampai di sekolahnya. Ia melangkahkan kakinya dengan santai sambil menikmati pemandangan sekolahnya yang selalu ia lihat hampir setiap hari ini.

Lima belas menit lagi bel baru berbunyi, namun Candy sudah siap di kursi yang akan menjadi posisinya selama lima hari kedepan itu.

“Ndyyyy, muka lo cerah banget, udah siap banget ya ujian hari ini?” Vanya, sahabatnya itu datang menghampirinya setelah menaruh tas di tempatnya sendiri.

“Mata lo!” jawab Candy singkat dan dibalas tawaan oleh sahabatnya itu.

“Gue bercanda sih, soalnya aslinya muka lo kaya lagi panik gitu.” sepertinya Vanya semakin senang menjahili sahabatnya ini.

“Nya, diem atau gue pukul?” Candy yang sadar sahabatnya ini masih saja menjahilinya pun hanya menatap sahabatnya dengan tajam.

“Hahaha, ampun-ampun.”

”-semangat hari pertama! Jangan lupa noleh ke gue ya, Ndy.”

“Iyaa, santai-santai.”

Bel tanda sebentar lagi ujian akan dimulai sudah berbunyi. Satu-persatu murid yang tadinya berada diluar mulai masuk ke ruang ujiannya masing-masing. Termasuk Bintang, entah dia baru saja datang, atau sebenarnya sudah datang sejak tadi, namun belum menaruh tasnya di ruang ujiannya.

Bintang memasuki ruang ujiannya, dan langsung duduk di posisinya sambil menyiapkan barang-barang yang diperlukan untuk ujian nanti.

Disisi lain, ada seorang gadis yang salah tingkah sendiri. Entah apa yang ada dipikirannya, sejak ia melihat sosok Bintang masuk ke ruang ujian yang sama dengannya itu, jantungnya langsung berdetak dengan cepat dan pipinya sedikit memerah.

Katakan kalau Candy itu aneh, kan Bintang nggak ngapa-ngapain. Dasar.

Ujian dimulai, pengawas mulai membagikan soal ujiannya. Hari senin sekaligus hari pertama ini, Candy malah disuguhi dengan ujian matematika sebagai pembuka ujian kali ini. Menyebalkan memang.

Ruangan tersebut sudah hening sekarang, satu-persatu mulai fokus dengan soal ujiannya masing-masing. Termasuk Candy, dan orang di sebelahnya. Clara namanya, ia memanggilnya dengan panggilan kak karna memang, orang di sebelahnya itu lebih tua satu tahun darinya.

Beberapa menit berlalu, dapat terlihat jelas mereka mulai pusing dengan soal ujian yang sedang mereka kerjakan, ada yang memilih mencuri waktu untuk menyontek, ada juga yang diam-diam berdiskusi satu sama lain. Mereka terlihat santai, karna memang yang mereka hindari hanya pengawasnya saja dan mereka tidak terlalu pusing jika ada yang cepu, karna kedua kelas ini sudah saling bekerja sama untuk santai dan tidak cepu.

Pandangan Candy tiba-tiba teralih ke arah orang yang berada di serong depannya itu. Bintang. Sejak tadi, mungkin bisa dihitung waktu yang ia gunakan untuk membaca soal hanya sekitar sepuluh menit, selanjutnya ia memilih untuk tidur dan itu masih berjalan sampai sekarang.

“Kebo, dasar.” ucap Candy dalam batinnya.

“Tapi... Lucu banget, mau teriak! Tahan candy tahan!” Candy seperti sedang berperang degan batinnya sendiri, sebelum akhirnya ia sedikit terkekeh.

Clara, yang menjadi teman sebangkunya itu menoleh kearah Candy yang sedang melihat kearah bintang, selanjutnya ia menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya yang malah tertidur saat ujian itu.

“Dia emang gitu, sembilan puluh persen tidur. Nanti, lima belas menit terakhir baru dia panik karna lembar jawabannya masih banyak yang kosong.” timbrung Clara dengan suara yang sangat pelan karena masih di waktu untuk ujian.

Candy yang masih dapat mendengar pun langsung menoleh ke sampingnya dan ikut terkekeh pelan. Sepertinya beberapa hari kedepan ia tidak akan merasa canggung dengan teman sebangku saat ujiannya ini.

“Dia emang selalu gitu?” tanyanya dan dijawab anggukan oleh Clara.

“Iya, hobinya kan tidur. Kayaknya dia dateng ke sekolah juga cuma buat tidur.”

Candy lagi-lagi terkekeh, menurutnya wajar sih kalau ada tipe murid seperti Bintang. Karena, di kelasnya pun ada orang yang hobi tidur seperti Bintang.

Candy menoleh kearah Bintang lagi lalu tersenyum tipis. “Tapi gapapa, lo tetep lucu kak.” batin Candy.

012.

Saat ini Candy berada di depan ruang multimedia tempat dimana sahabatnya sedang rapat untuk osis sekarang. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di koridor itu dengan sedikit lesu.

Asli, sekarang Candy bingung harus senang atau pusing setelah mengetahui bahwa ia berada di ruang ujian yang sama dengan crushnya yang sudah hampir dua tahun itu. Disatu sisi ia senang bisa melihat crushnya dari dekat selama lima hari, tapi disisi lain ia takut menjadi tidak fokus mengerjakan ujian karna ada orang tersebut.

Sebenarnya tidak ada masalah sih, mau seruangan atau tidak, Candy nya saja memang yang sedikit lebay merespon hal ini.

“Heh! Jangan kebanyakan melamun.” lamunannya buyar saat sahabatnya datang dan menepuk nepuk bahunya.

“Nya, lo nganggetin hih.” ucap Candy yang memang sedikit terkejut dengan kehadiran sahabatnya itu.

“Ya lagian lo, ngelamun terus.”

”-kebanyakan mikirin Bintang sih.” Candy terbelalak mendengar ucapan sahabatnya itu dan reflek menutup mulut Vanya, takut ada orang lain yang mendengar.

“Ish, Nya! Kalo ada yang denger gimana!” Vanya hanya terkekeh pelan

“Ya biarin, siapa tau kalo Bintang tau lo ngecrushin dia, kalian jadi deket.”

“Amin.” balas Candy dengan cepat namun sedetik kemudian ia tersadar dengan ucapannya, “EH! Maksudnya deketnya, tapi gue gak mau kalo dia sampe tau lah. Udah enak kayak gini.”

“Apanya yang enak? Lumutan yang ada lo. Bentar lagi dia lulus tuh, jangan sampe nyesel lo ya.”

“Bawel, ayo cari ruang ujiannya.”

Mereka berjalan menaiki lantai dua dimana katanya ruang 12 berada. Ternyata benar, ruang 12 berada di posisi kedua dari ujung, dimana kelas tersebut sebenarnya merupakan ruang belajar milik 10 IPS 2.

Setelah mereka menemukan ruang tersebut, mereka masuk kedalam, disana tidak ada satu orang pun karena memang hari ini murid-murid sudah dipulangkan lebih cepat dari biasanya.

Candy mengecek satu persatu meja untuk menemukan namanya.

“Dapet. Gue disini nya, lo dimana?” katanya setelah menemukan posisinya yang ternyata berada di kursi paling belakang di baris tengah.

“Gue disini nih, yah lumayan jauh kita.” sedangkan Vanya berada di posisi belakang juga, namun terhalang satu barisan dengan Candy.

“Gapapa-gapapa, kita kan jago, tenang aja.”

“Gaya banget lo, Ndy.” balas Vanya dan dijawab kekehan oleh Candy.

“Bintang disini juga, kan? Dia duduk dimana?”

“Oh, iya...” Candy kembali memutar pandangannya mencari tempat duduk yang akan dipakai oleh crushnya itu.

Baru ia berjalan dua langkah, matanya langsung mendapatkan nama terpasang di meja sebelah kirinya, “Nya...”

Mendengar panggilan itu, Vanya berjalan mendekati Candy untuk melihat posisi yang sedang sahabatnya cari itu. Setelah menoleh ke arah yang dimaksud oleh Candy, Vanya reflek tertawa sekencang mungkin.

“HAHAHAHAHA.”

”-Asli ini mah, lo jodoh sama dia, Ndy. Deket banget posisinya.”

Candy hanya bisa terdiam melihat sahabatnya tertawa seperti sedang sangat senang itu.

Lagi-lagi Candy berucap, “Mama...”

010.

Setiap kali ujian diadakan, sekolah Candy memang selalu menetapkan untuk membagi setiap kelas menjadi 2 bagian, yaitu absen awal dan absen akhir, lalu memasangkannya secara acak dengan kelas yang berbeda angkatan.

Tahun lalu, saat Candy masih duduk di kelas 10, Candy mendapat pasangan seruangan dengan 11 IPS 2, dan semester berikutnya dengan 12 IPA 6. Jadi sebenarnya, mungkin saja kalau kali ini ia benar-benar mendapat ruangan yang sama dengan orang yang bisa disebut 'crush'nya itu.

Setelah berkutat dari handphonenya, Candy memilih untuk berjalan ke mading sendiri untuk melihat, sekaligus memastikan apakah yang dikatakan oleh sahabatnya itu benar.

Di mading sudah terpanjang seluruh daftar murid-murid yang berada diruangan yang sama. Pandangan Candy fokus memperhatikan satu persatu ruangan dengan daftar namanya.

Gotcha

Disana sudah tertulis 11 IPA 4. Benar saja, di kertas tersebut tertuliskan ruangan 11 dan ruangan 12 merupakan ruangan yang berisikan 11 IPA 4 dan 12 IPA 4.

Dan yang lebih mengejutkannya lagi, awalnya ia pikir, ia akan tetap terpisah ruangan dengan Bintang karena namanya berada di absen bagian akhir, sedangkan ia tau Bintang termasuk absen bagian awal. Ternyata dugaannya salah, ia benar-benar di ruangan yang sama dengan Bintang yaitu ruang 12.

“Mama...”