✧.* 338. Selamat Bahagia, Teman Kecil.
Flashback on, 6 tahun yang lalu.
Gadis cantik, dengan seragam putih biru khas anak sekolah menengah pada umumnya, sedang berjalan sendirian. Entah apa yang sedang ia cari, ia hanya melangkahkan kakinya tanpa tujuan.
Kysha namanya.
Lingkungan baru ini terasa sangat asing untuknya. Kysha, dan keluarganya harus pindah ke kota ini karena kepentingan pekerjaan papanya.
Hal tersebut tentu saja membuat Kysha mau tak mau harus ikut, dan membuatnya harus bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Entah sampai kapan Kysha akan ada disini, yang pasti, Kysha berharap akan ada hal yang membuatnya merasa senang untuk tinggal disini.
Saat ini, Kysha sedang duduk dan berteduh di salah satu pohon rindang yang ada di tempat itu. Panasnya siang ini, tertutupi dan berubah menjadi sejuk karena pohon besar ini. Sambil menikmati angin yang berhembus di sekitarnya, Kysha menyandarkan dirinya, sambil menutup matanya.
“Halo? Nama kamu Kysha, kan?”
Sapaan tersebut membuat Kysha sedikit terkejut, ia membuka matanya dan menoleh ke arah sumber suara. Di sampingnya, sudah ada laki-laki yang memakai seragam yang sama dengannya, sedang duduk dan menyandarkan tubuhnya di pohon rindang itu, sama seperti kysha. Entah sejak kapan ia disana.
“Kamu?”
Anak laki-laki itu menegakkan tubuhnya, menghadap ke arah Kysha, lalu mengulurkan tangannya.
“Kenalin, aku Jidan Acturus. Kalau kamu belum tau, kita satu kelas dan aku duduk di belakang kamu.”
“Ah iya, pantes aja kayak nggak asing. Aku Kysha.” jawabnya sambil membalas uluran tangan dari Jidan.
“Kysha, lucu. Aku panggil Sasa aja, boleh?”
Kysha langsung tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, kenapa bisa orang di depannya ini terlintas di pikirannya untuk memanggilnya Sasa, ada-ada saja. Namun, tentu saja Kysha hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Jidan.
“Tentu. Panggil aku senyaman kamu aja, Jidan.”
“Kenapa disini sendiri?”
“Tadinya aku cuma jalan tanpa tujuan, sekalian mengenal lingkungan disini. Terus ketemu pohon ini, yaudah deh, aku sekalian istirahat disini. Kamu sendiri, kenapa disini?”
“Aku emang selalu disini tiap pengen sendiri, Sa.”
“Oh, ya? Maaf kalau gitu.”
Jidan merenyit bingung, “Maaf?”
“Maaf mengambil tempat nyamanmu disini.”
“Hahaha, gapapa santai aja. Disini tempatnya bikin tenang, kan? Jadi wajar aja kalau ada yang nyaman juga disini.”
Kysha memilih diam, dan menikmati angin siang hari itu lagi. Ia setuju dengan yang dikatakan Jidan, tempat ini tenang. Walaupun sunyi, entah mengapa disini tidak akan membuat penghuninya merasa kesepian. Sedangkan Jidan, tanpa sadar ia asik menatap gadis di sampingnya itu. Lucu, katanya.
“Belum punya teman?”
Kysha mengangguk.
“Kalau gitu, jadi temanku, mau?”
Tentu saja hal tersebut membuat Kysha langsung menampilkan senyumnya, ia mengangguk dengan semangat.
“Mau!”
Flashback off.
Di tempat yang sama, namun di waktu dan di cerita yang berbeda. Dua orang yang pernah saling berkenalan di tempat ini, akhirnya bertemu lagi.
Sudah sepuluh menit sejak Jidan sampai di tempat ini. Pohon besar dan juga rindang yang Jidan pikir, pohon ini sudah tidak ada lagi, entah karena sudah tua, atau sudah di tebang oleh orang sekitarnya. Ternyata dugaannya salah, pohon ini masih berdiri dengan sangat kokoh, lingkungannya terlihat sangat bersih. Tempat ini masih sangat dijaga oleh pemiliknya.
“Apa kabar?”
Jidan, orang pertama yang membuka suara di tempat itu.
Kysha terkekeh pelan, “Kita hampir tiap hari ketemu, Jidan.”
“Bukan sebagai Kysha, tapi sebagai Sasa, Ky.”
Panggilannya sudah berbeda. Kysha sempat berpikir, akankah ia akan dapat mendengar panggilan Sasa lagi, ternyata tidak. Jidan menyebut nama itu, namun tetap memanggilnya dengan panggilan “Ky.”
“Baik, masih selalu baik.”
“Selama ini sering kesini?”
Kysha mengangguk, “Iya.”
“Kenapa?”
“Kenapa apanya?”
“Kenapa dipendam sendiri? Padahal lo bisa manggil gua waktu kita ketemu lagi. Walaupun gua lupa, setidaknya lo bisa ingetin gua, kan?”
“Hahaha, udah sempet ada niat itu, Dan.”
“Terus?”
“Kita ketemu waktu ospek. Awalnya gue gak sadar kalau itu lo. Sampai waktu lo debat diskusi sama Shenna, disitu gue sadar kalau gue pernah kenal lo. Gue berencana mau nyapa lo kok. Tapi ya gitu, gue berusaha beraniin diri dulu.
Sampai akhirnya gue tau kalau lo deket sama Shenna, sahabat cewe satu-satunya yang gue punya sekarang. Disitu gue mutusin buat tahan itu sendiri. Gue tau kok, padahal bisa aja kita temenan kayak biasa. Cuma ya, gue gak mau aja, hal kecil ini malah jadi masalah buat hubungan kalian berdua.
Belum lagi waktu itu masalah Ellie, kan? Gue juga yakin hubungan kalian berdua setahun ini gak mudah. Makanya gue milih buat pendem ini sendiri aja. Toh, nggak akan berpengaruh apa-apa buat kita berdua.”
Jidan mengangguk paham, dalam hatinya ia berterimakasih kepada perempuan yang ada di sampingnya ini. Senang rasanya bisa mengenal orang baik seperti Kysha.
“Waktu itu lo tiba-tiba hilang, bahkan tanpa pamitan sepatah kata apapun.”
“Dan, Sorry, waktu itu gue-”
“Gapapa, gua udah tau semuanya, Ky. Paham kok.”
“Sejak kapan?”
“Sejak kapan apanya?”
“Sejak kapan lo inget gue?”
“Setahun yang lalu. Kalau lo tanya alasan gua diem, jawabannya akan hampir sama dengan jawaban lo tadi.”
Kali ini Kysha yang mengangguk.
“Ky, lo inget dulu kita pernah punya janji disini?”
“Iya. Janji buat bareng-bareng terus sampai kapanpun. Hahaha, lucu banget ya kita dulu, Dan.”
“Iya. Maaf karna kita gak bisa wujudin janji itu. I mean, kita tetep bareng-bareng, tapi bukan sesuai janji kita dulu.”
“Kenapa harus minta maaf, deh? Jidan, gue yakin, kita berdua emang udah punya jalannya masing-masing.”
Jidan mengangguk, “Makasih banyak ya, Ky.”
“Buat?”
“Makasih udah mau sangat paham. Makasih juga udah inget gua, sebagai teman kecil lo.”
“Makasih juga udah inget gue. Gue pikir, sampai seterusnya gue bakal inget ini sendiri.”
Tak lama setelah itu, Jidan bangkit dari posisinya.
“Lo udah denger dari Jovan, kan?”
“Nanti malem, ya?”
Jidan mengangguk, “Jangan lupa dateng, ya?”
“Iya, pasti kok.”
Jidan membenarkan posisinya, menatap Kysha dengan senyum tipis terlihat di bibir manisnya. “Semoga lo bahagia, ya, Ky. Dengan jalan dan takdir lo sendiri.”
Itu, ucapan terakhir Jidan, sebelum akhirnya dia pamit meninggalkan Kysha yang masih terdiam di bawah pohon rindang itu. Matanya masih setia menatap punggung Jidan yang sudah hampir tak terlihat lagi, lalu ia tersenyum.
Bukan seperti kisah lainnya, yang memiliki takdir untuk bersama dengan orang yang pernah ditemui di masa lalu dan sempat membuat kenangan indah. Jidan dan Kysha, justru memiliki takdir yang berbeda. Mereka ditakdirkan untuk bertemu kembali, setelah bertahun-tahun. Bukan untuk mengukir cerita baru bersama. Namun, untuk menjadi sepasang teman kecil, yang akan selalu saling mendukung satu sama lainnya.
Selamat bahagia, teman kecil.